Dominus Vobiscum

Konsili Vatikan II merupakan salah satu konsili suci yang diadakan oleh Gereja Katolik sepanjang sejarah hidupnya. Konsili ini diikuti oleh seluruh uskup yang berasal dari seluruh penjuru dunia. Konsili yang berlangsung dari tahun 1962 sampai 1965 juga merupakan babak baru dalam sejarah Gereja, suatu konsili yang menjadi Gereja menjadi lebih terbuka terhadap dunia luar. Salah satu hasil yang berasal dari konsili suci ini ialah Gereja memperkenankan penggunaan bahasa lokal selain bahasa Latin untuk dipergunakan sebagai bahasa misa. Perlu diketahui, bahwa sebelum diadakan Konsili Vatikan II, bahasa Latin digunakan sebagai bahasa resmi dalam Misa Kudus, sedangkan misanya sendiri lebih dikenal sebagai Misa Tridentina ataupun Missa Forma Extraordinaria.
          Misa Latin Tridentina memiliki berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan misa-misa yang menggunakan bahasa lokal (tanpa bermaksud untuk membeda-bedakan setiap misa, karena setiap misa ditujukan untuk memuji dan memuliakan Allah, dan mengenang peristiwa penyelamatan yang diselenggarakan Allah untuk manusia dengan perantaraan Kristus). Adapun kelebihan yang terdapat dalam misa jenis ini ialah antara lain sebagai berikut :

Pertama, adanya penggunaan bahasa Latin dalam misa. Di dalam misa-misa yang menggunakan bahasa Latin, terdapat sekumpulan doa maupun lagu serta pujian yang berasal dari bapa-bapa Gereja terdahulu. Untaian doa-doa yang begitu indah, hal ini terutama didukung oleh kebakuan sistem dalam bahasa Latin serta dalamnya makna yang terkandung dalam bahasa Latin, berbeda dengan bahasa-bahasa lokal. Perlu diketahui bahwa banyak bahasa di dunia yang mendasarkan diri kepada bahasa Latin karena bahasa Latin dianggap mampu mencakup seluruh rasa yang sudah seharusnya mampu dicakup dalam suatu kata atau bahasa. Saya tidak mengatakan bahwa dalam misa-misa berbahasa lokal, tidak terdapat keindahan dalam doa dan ibadat. Namun jika Anda pernah mengikuti misa-misa yang berbahasa Latin, maka Anda akan mendapatkan betapa lebih indahnya untaian doa yang terdapat dalam misa-misa ini. Betapa dalamnya makna yang terkandung dalam setiap kata pada setiap doa sehingga menjadikan kita seolah-olah ingin segera berpisah dari dunia ini dan bertemu dengan Allah karena segera tercipta suatu suasana yang menjadikan kita sangat rindu dengan Allah. Itulah salah satu keindahan dan kelebihan dari misa-misa yang menggunakan bahasa Latin.
Kedua, jika dibandingkan dengan kondisi umat selama mengikuti Misa Kudus, maka kita akan mendapatkan suatu perbedaan yang luar biasa. Ada suatu keprihatinan yang luar biasa ketika saya secara pribadi mengikuti misa-misa yang diselenggarakan di paroki-paroki lokal. Secara umum, umat sudah mulai berkurang kesadarannya untuk mengikuti Misa Kudus. Misa Kudus ialah suatu kesempatan ketika kita diperkenankan oleh Allah untuk ikut serta dengan-Nya dalam suatu upacara pengenangan misteri kasih yang suci, mengenang Kristus yang telah mengurbankan dirinya untuk kita. Kristus yang adalah Allah sudah seharusnya tidak mendapatkan perlakuan yang didapatkan oleh seorang manusia. Saat kita bertemu dengan Kristus, maka sudah selayaknya kita memberikan perlakuan yang layak kepada-Nya. Salah satunya ialah cara berpakaian kita ketika mengikuti misa. Pada misa-misa sekarang, banyak umat yang cenderung tidak mengindahkan cara berpakaian saat mengikuti Misa Kudus. Banyak umat yang mengenakan busana yang tidak pantas. Kita bukan ingin mengikuti suatu acara duniawi, yang penuh dengan unsur suka-suka, tetapi kita akan bertemu dengan Allah dalam persekutuan dengan jemaat lain pada Misa Kudus maka sudah sepantasnya kita memberikan perlakuan dengan cara berbusana yang pantas pada Misa Kudus. Dengan demikian kita menunjukkan pada Allah bagaimana kita telah menunjukkan kesiapan kita untuk bersatu dengan Allah pada Misa Kudus. Salah satu pengalaman yang coba saya tanyakan kepada salah seorang teman saya ketika selesai mengikuti Misa Tridentina di Bandung ialah bagaimana tanggapannya terhadap misa tersebut. Teman saya tersebut mengatakan bahwa alasannya mengikuti misa tersebut ialah bahwa dalam misa tersebut orang-orang berpakaian dengan pantas dan ia sangat kagum bahwa dengan berpakaian tersebut, dia dapat melihat orang-orang tersebut sudah siap untuk bersatu dengan Kristus dan jemaat dalam suatu Misa Kudus yang Agung. Persatuan yang indah ini, menurutnya juga turut menciptakan suasana misa yang khidmat dan agung, sesuatu yang sudah menjadi identitas dari Gereja Katolik dari masa dahulu, namun sudah mulai berkurang sedikit demi sedikit pada masa kini.
Hal ketiga ialah terkait dengan suasana yang tercipta dalam misa tersebut. Seperti yang diutarakan oleh seorang teman saya tadi, memang saya sendiri sudah merasakan bahwa dalam misa-misa tradisional ini terdapat suatu kondisi yang hening, khidmat, damai, tapi sangat agung. Dengan suasana ini kita dapat merasakan kehadiran dari Kristus secara langsung di tengah-tengah kita. Memang kondisi ini juga dapat diciptakan dalam misa-misa lain, tetapi menurut saya secara pribadi, kekhidmatan yang tercipta dalam misa-misa Latin ini sangatlah berbeda. Ada suatu kepuasan yang timbul bagi seluruh orang yang menghadiri misa tersebut, setelah mereka mengikuti misa dan mereka akan mulai ketagihan untuk dapat mengikutinya kembali. Suatu suasana yang seharusnya juga dapat terjadi di seluruh gereja di dunia, yakni ada suatu kerinduan untuk bertemu kembali dengan Kristus, Sang Maha Agung.
          Demikianlah, sebenarnya ada banyak lagi kelebihan-kelebihan yang dapat kita temui pada misa-misa Tridentina, namun pada kesempatan ini masih belum bisa saya ungkapkan karena masih minimnya pengalaman saya dalam mengikuti misa ini. Namun begitu, saya sangat memiliki kerinduan yang amat besar untuk mengikuti misa-misa ini. Saya berharap semoga dengan diizinkanny kembali misa ini oleh Bapa Suci, Gereja dapat semakin memaknai Kristus dan kehidupannya serta bagaimana Dia, yang adalah Allah, menyelamatkan kita.

P R O F I C I A T
Read More …

Berbicara tentang hidup, berarti berbicara tentang manusia dan berbicara tentang manusia berarti berbicara tentang untuk apa manusia diciptakan.
Sejak awal mula penciptaan, Allah menyatakan keagungan-Nya, cinta-Nya yang begitu agung. Puncak dari cinta ini ialah penciptaan manusia, yang diciptakan seturut citra Allah.
Deus Caritas Est, yang berarti Allah adalah kasih, menunjukkan hakikat Allah, hakikat yang sama juga berada dalam diri setiap insan. Dalam setiap insan terpancar sinar Ilahi, yang untuknya setiap insan dituntut untuk menjaga dan mengembangkan sinar itu lewat segala tindakan kasih nyata, bukan hanya sekedar teori atau ucapan.
Muncul pertanyaan, siapakah sesama kita manusia, yang kepadanya kita dituntut berbuat kasih?
Sesama kita manusia ialah setiap insan yang hidup berkat kasih Allah. Setiap jiwa ialah sesama kita, begitu pun hewan dan tumbuhan, bahkan maut sekalipun adalah saudara kita (St. Fransiskus dari Asisi). Sesama kita berarti pula setiap pribadi yang melaluinya Allah menyatakan kemuliaan-Nya. Kepada mereka kita nyatakan kasih kita.

Kasih, apa itu?
Apakah berarti cinta, selayaknya yang tumbuh dalam relasi antarmanusia?
Kasih, lebih luas dari cinta insani. Dalam kasih yang tulus, murni, dan sejati, kita mampu untuk memahami semua keindahan yang diberikan-Nya bahkan dalam kesusahan sekalipun.
Lalu bagaimana kita berbuat kasih?
Ia bersabda,"Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap jiwamu, dengan segenap pikiranmu, dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" dan "Apa yang kauperbuat untuk salah seorang saudara-Ku yang paling hina ini telah Kau perbuat demi Aku."
Kita dapat berbuat kasih bagi sesama kita, seluruhnya. Bagi yang berkekurangan, mari kita sambut mereka dalam kehangatan kasih, seperti yang Ia sabdakan, "Ketika Aku sakit, kau melawatku. Ketika Aku dalam penjara, kau menjengukku. Ketika Aku telanjang, kau memberikan-Ku pakaian." Berbuat kasih berarti pula memaafkan mereka yang telah berbuat kesalahan pada kita, mendoakan mereka, dan memohonkan berkat dan pengampunan bagi mereka.
Berbuat kasih berarti mau meninggalkan hidup lama yang kurang baik dan hidup di jalan-Nya. Berbuat kasih berarti menjaga bumi dan lingkungan ini agar tetap lestari. Berbuat kasih berarti mendatangkan kebahagiaan, kedamaian, cinta bagi setiap insan bahkan jika kita dalam kesusahan. Berbuat kasih berarti mau berkorban bagi sesama.
Berbuat kasih berarti berbuat segala sesuatu sesuai hak dan kewajiban kita.
Berbuat kasih, berarti menerima Ia, yang dalam persekutuan Bapa dan Roh Kudus, dilahirkan Perawan Tersuci, Bintang Samudera, menjadi Allah kita, meraja dalam diri kita.

Rabu ini, Gereja Suci merayakan Rabu Abu, peristiwa untuk mengenakan abu di kening sebagai wujud pertobatan dan awal masa Prapaskah. Rabu Abu menjadi awal bagi kita mengingat apa saja yang telah kita perbuat, apakah sesuai dengan hukum Kasih atau tidak? Rabu Abu menjadi saat bagi kita untuk tidak hanya melihat ke atas tapi juga ke bawah, tidak hanya ke depan, tapi ke samping.
Read More …

re-post from http://www.catholicnewsagency.com/resource.php?n=843
Jesus is the Word made Flesh.
Jesus is the Bread of Life.
Jesus is the Victim offered for our sins on the Cross.
Jesus is the Sacrifice offered at the Holy Mass
For the sins of the world and mine.
Jesus is the Word – to be spoken.
Jesus is the Truth – to be told.
Jesus is the Way – to be walked.
Jesus is the Light – to be lit.
Jesus is the Life – to be lived.
Jesus is the Love – to be loved.
Jesus is the Joy – to be shared.

Jesus is the Sacrifice – to be offered.
Jesus is the Peace – to be given.
Jesus is the Bread of Life – to be eaten.
Jesus is the Hungry – to be fed.
Jesus is the Thirsty – to be satiated.
Jesus is the Naked – to be clothed.
Jesus is the Homeless – to be taken in.
Jesus is the Sick – to be healed.
Jesus is the Lonely – to be loved.
Jesus is the Unwanted – to be wanted.
Jesus is the Leper – to wash his wounds.
Jesus is the Beggar – to give him a smile.
Jesus is the Drunkard – to listen to him.
Jesus is the Retarded – to protect him.
Jesus is the Little One – to embrace him.
Jesus is the Blind – to lead him.
Jesus is the Dumb – to speak for him.
Jesus is the Crippled – to walk with him.
Jesus is the Drug addict – to befriend him.
Jesus is the Prostitute – to remove from danger and befriend.
Jesus is the Prisoner – to be visited.
Jesus is the Old – to be served.
To me –
Jesus is my God.
Jesus is my Spouse.
Jesus is my Life.
Jesus is my only Love.
Jesus is my All in All.
Jesus is my Everything.
Jesus, I love with my whole heart, with my whole being.  I have given Him all, even my sings, and he has espoused me to Himself in tenderness and love.  Now and for life I am the spouse of my Crucified Spouse. Amen.
Prayer taken from “Jesus Is My All in All: Praying with the ‘Saint of Calcutta’”
Read More …

Read More …

Allah Tuhan kami,
Engkau yang kami puji dan kami muliakan.
Bapa yang kekal abadi,
seluruh bumi bersembah sujud pada-Mu.
Bagi-Mu semua malaikat bermadah,
seluruh isi surga bernyanyi.
Bagi-Mu kerubim dan serafim
tak kunjung putus melambungkan pujian:
Kudus, kudus, kuduslah Tuhan
Allah segala kuasa.
Surga dan bumi
penuh kemuliaan-Mu.

Kepada-Mu paduan para rasul bersyukur,
rombongan para nabi berbakti.
Kepada-Mu Gereja kudus beriman,
tersebar di seluruh dunia.
Ya Bapa yang mahakuasa,
pencipta semesta alam.
Putra sejati yang terpuji,
Putra Bapa yang tunggal.
Roh Kudus, cahaya mulia,
penghibur umat beriman.
Engkaulah raja agung, ya Kristus,
Engkaulah Putra Allah yang hidup.

Engkau sudi dikandung Santa Perawan,
menjadi manusia demi keselamatan kami.
Engkau mematahkan belenggu maut,
membuka pintu kerajaan surga bagi kami.
Engkau bertahta mulia di sisi Bapa,
mengadili umat manusia.
Kami mohon lindungilah hamba-hamba-Mu,
yang Kautebus dengan darah-Mu sendiri.
Sambutlah kami bersama para kudus
dalam kemuliaan abadi.

Selamatkanlah umat-Mu, ya Tuhan,
dan berkatilah milik pusaka-Mu.
Bimbinglah kami semua
dan muliakanlah untuk selamanya.
Setiap hari kami meluhurkan Dikau,
kami memuji nama-Mu sepanjang masa.
Ya Tuhan, sudilah menjaga kami,
agar senantiasa luput dari dosa.
Kasihanilah kami, ya Tuhan,
kasihanilah kami.
Kepada-Mu kami percaya, ya Tuhan,
kami takkan kecewa selama-lamanya.
Read More …

Pekan Suci selalu diawali dengan Minggu Palma dan diikuti Jumat Agung, Sabtu Suci, serta diakhiri dengan Paskah Raya. Runtutan momen iman ini diharapkan mampu menghantarkan umat beriman memahami iman mereka dalam peristiwa puncak penyelamatan dunia.
Dalam setiap momen, terkandung makna tersendiri yang khas dan memiliki peran dalam mengembangkan iman. Secara khusus momen Palma. Peristiwa Minggu Palma dijadikan Gereja Suci sebagai saat peringatan Kristus memasuki Yerusalem untuk memulai saat-saat puncak dan tujuan hidupnya. Pada saat itu, Kristus disambut dan dielu-elukan bagai Raja. Daun-daun palma dilambaikan, pakaian dibentangkan, dan sorak-sorai membahana. Rakyat menyambut Kristus sebagai Raja mereka. Cukup ironis memang jika dibandingkan dengan sikap mereka yang lebih memilih Barabas daripada Kristus untuk dibebaskan dari derita salib. Memang pernyataan ini keluar akibat tekanan yang mereka terima dari para pemuka agama yang mungkin membahayakan jiwa mereka jika ditolak. Rakyat belum berani membela iman mereka dan lebih mengutamakan keselamatan jiwa yang adalah tidak kekal.



Jauhnya perbedaan yang muncul ini menandakan betapa mudah manusia dipengaruhi dalam menentukan sikap dan pendiriannya. Manusia lebih mengutamakan kepentingan mereka di dunia daripada kebutuhan mereka sesungguhnya yakni keselamatan. Dalam hal ini kita belajar, iman bukanlah sesuatu yang gampang, karena beriman pada Kristus berarti melawan dunia dan seluruh isinya. Namun, satu hal yang penting untuk kita ingat, bahwa akan tiba saatnya iman mengalahkan dunia dan setiap orang akan bertekuk lutut pada-Nya, saat ketika Sang Wanita meremukkan kepala ular, ketika iblis dan segala pengikutnya dijerumuskan dalam lubang tanpa dasar yang hanya terdapat ratap dan kertak gigi, ketika Allah datang kembali yakni ketika Paskah Raya Surgawi tiba yang seluruh umat beriman bangkit bersama Kristus dan memuliakan Ia sedangkan yang melawan akan mendapat balasan setimpal.

Segala sesuatu indah pada waktunya. Demikian pula wafat Kristus. Memang itu berarti kesedihan manusiawi yang mendasar, tapi tanpa penyaliban tidak akan ada kebangkitan yang berujung pada hilangnya keselamatan.
Apa yang dipikirkan Allah tidak selalu sama dengan pikiran manusia, seperti Petrus yang meminta Yesus agar tidak ke Yerusalem supaya tidak disalib. Bagi kita ini memang baik, tapi tidak bagi Allah karena ini berarti menghilangkan keselamatan.

Saudara-saudariku yang terkasih, mari kita menjadikan momen Palma sebagai saat penentuan jati diri kita. Kita harus berani berkata mengikuti Kristus atau tidak dan siap dengan segala risikonya. Kita juga harus mau untuk mengikuti kehendak Allah bahkan jika berlawanan dengan apa yang menurut kita baik.

Beriman pada Kristus berarti melawan dunia dan mengikut Allah. Mari kita tunjukkan bahwa baptisan suci yang kita terima tidak sia-sia. Dengan baptisan suci, kita menjadi laskar, legio Allah yang siap bertempur melawan dunia kapan saja.
AMIN.
Read More …

Ekaristi - Rahmat surgawi yang mulia

Sejak pertama kali dinyatakan oleh Kristus pada malam perjamuan terakhir, Ekaristi menjadi suatu rahmat surgawi mulia yang sama sekali tidak diperkirakan sebelumnya akan diterima oleh para rasul, karena selain menjadi titik awal kelahiran Gereja Katolik (kata "katolik" sendiri baru digunakan setelah terjadi pembaptisan di Antiokhia), Ekaristi merupakan bukti nyata penyerahan diri Kristus sendiri sebagai kurban silih penghapus dosa umat manusia. Melalui perkataan-Nya, "Terimalah dan makanlah. Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu", Kristus menyerahkan tubuh-Nya sendiri sebagai makanan rohani yang menyelamatkan jiwa dan raga para penyambutnya. Melalui perkataan-Nya yang lain pula, "Terimalah dan minumlah. Inilah piala Darah-Ku. Darah Perjanjian Baru dan kekal yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi penghapusan dosa. Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku", Kristus kembali mengurbankan diri melalui pencurahan darah suci-Nya kepada manusia yang berkuasa untuk menyelamatkan jiwa dan raga para penyambutnya. Penganugerahan rahmat surgawi ini sungguh merupakan bukti bahwa memang "betapa besar kasih Allah kepada dunia sehingga Ia mengaruniakan putera tunggal-Nya kepada dunia" dan betapa penting pula kedudukan manusia sebagai citra Allah (imago Dei), betapa istimewanya pula manusia dibandingkan dengan ciptaan lain sehingga dipilih Allah untuk menjadi penerima wahyu Allah dan berbagai rahmat pengetahuan surgawi lain, meskipun betapa besar dan banyak dosa dan kesalahan yang telah diperbuat oleh manusia.

Namun bukan itu saja rahmat yang diterima manusia, bukan sekadar sebagai penerima rahmat surgawi yang kudus dan amat mengagumkanini, tetapi juga manusia diberikan anugerah istimewa lain yang turut menaikkan harkat dan kedudukan manusia dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lainnya, yakni dipilihnya manusia untuk dapat mempersembahkan Kristus sendiri kepada Allah dalam setiap kesempatan Misa Kudus. Dalam Misa Kudus, Kristus yang tersalib dipersembahkan kembali sebagai kurban yang agung dan sebagai pembaharu hidup yang kekal. Oleh karena kurban yang dipersembahkan begitu luhur dan mulia dalam Misa Kudus, maka tidak boleh sembarangan orang melakukannya. Hanya orang-orang yang dipanggil dan ditahbiskan oleh Kristus sendiri yang boleh memimpin Misa Kudus ini. Demi tugas yang mulia ini, Gereja Kudus mengkhususkan orang-orang yang dipanggil Kristus dan menjawab panggilannya, dalam suatu proses pendidikan khusus yang diciptakan sedemikian rupa demi menempa mereka untuk mampu hidup dalam Kristus dan pelayanannya serta menguduskan diri dan hidup mereka demi Kristus. Jika telah tiba waktunya dan Gereja memandang bahwa mereka telah dianggap mampu menjalani hidup dalam Kristus dan pelayanan-Nya serta memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjalani tugas sebagai gembala Kristus, maka Gereja Kudus akan mempersembahkannya kepada Allah dan memohon agar kiranya Allah yang Maha Kuasa berkenan untuk mencurahkan rahmat pengurapan imamat surgawi kepada orang tersebut dan mengangkatnya menjadi salah seorang yang termasuk dalam kelompok gembala kawanan umat Allah.

Surga - Dunia

Menjadi salah seorang dari kaum tertahbis merupakan hal paling luhur yang mampu diperoleh manusia selama masa hidupnya karena melalui dirinyalah Allah akan menyatakan diri kepada umat-Nya, serta mereka diberikan kesempatan yang sangat langka untuk memegang Tubuh Kristus sendiri yang teramat suci. Oleh karena itu, sungguh merupakan suatu perbuatan yang sangat tidak terpuji dan sangat tercela, serta menghina hadirat Allah yang bertakhta dalam dirinya, jika ia membiarkan dirinya digoda oleh Sang Jahat dan melakukan tindakan-tindakan ayng mampu mengotori dirinya sebagai bait Allah yang hidup. Betapa jahat dan berdosanya seseorang yang masuk dalam golongan kaum tertahbis jika ia membiarkan rahmat imamat Allah yang bersemayam di dalam dirinya, yang amat suci menjadi kotor hanya demi memenuhi hasrat dunia yang fana dan sementara ini. Memang, godaan yang berasal dari dunia ini, begitu besar dan sangat memikat tetapi hal ini sudah sejak dari awal diberitahu dan diperingatkan oleh Kristus sendiri bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia, harus memikul salibnya dan mengikuti Dia. Demikian pula kita tahu bahwa dunia akan menolak setiap orang yang mengikuti Kristus karena kebenaran ajaran-Nya, sebagaimana dunia telah terlebih dahulu menolak Kristus dan membunuh-Nya. Tetapi penghargaan akan upah di surga harus mendasari kita untuk berdiri dan berpegang teguh pada Kristus dan menolak segala godaan dunia sebab Kristus sendiri berkata bahwa setiap orang yang mampu bertahan sampai kepada kesudahannya akan memperoleh upahnya. Atau, sudahkah kita lupa akan apa yang diucapkan-Nya kepada mereka yang menyertai-Nya ketika Ia diangkat ke surga dalam awan dan kemuliaan, bahwa Ia akan pergi ke suatu tempat yang kita tidak tahu, tetapi disana Ia sendiri akan mempersiapkan tempat yang akan kita diami kelak. Betapa besar dan melimpahnya rahmat yang akan diterima oleh manusia jika senantiasa berjalan dalam bimbingan dan rahmat Allah, teristimewa mereka yang mengkhususkan diri utnuk melayani Tuhan sepanjang masa hidup mereka. Untuk mencapai keistimewaan itu, maka dibutuhkan suatu pengurbanan, namun bukan langsung merujuk kepada pengurbanan jiwa (meskipun jika tiba saatnya, jika dibutuhkan maka jiwa juga harus dikurbankan demi kemuliaan Kristus), tetapi lebih kepada segenap tindakan yang mampu menjadi teladan umat. Pertama, awalilah dengan memberikan teladan tentang penghormatan yang layak dan pantas bagi Sakramen Maha Kudus. Di tengah derasnya arus sekularisme dan protestantisme yang tidak mengakui Kristus yang hadir dan mewujud dalam Sakramen Maha Kudus, yang mengalir tanpa henti ke dalam Gereja Katolik dan mencoba untuk menghanyutkan jiwa-jiwa ke sungai yang tiada dialiri oleh arus rahmat Ilahi, kaum klerus harus berada di setiap sisi benteng pertahanan iman demi melawan arus dunia yang jahat ini. Namun terpujilah Allah yang Maha Kuasa karena walaupun arus ini begitu kuat dan jahat, Allah telah memberikan Putera-Nya yang mewujud dalam Sakramen Maha Kudus sebagai sumber kekuatan dan pendamping kita sehingga kita tidak perlu takut akan kalah. Penghormatan yang layak kepada Sakramen Maha Kudus akan memberikan kita kekuatan yang cukup untuk menghadapi arus ini dan bahkan memperkuat kita untuk memperkenalkan Kristus kepada dunia.
Kedua, berbaktilah kepada Bunda Allah yang Suci. Kebaktian yang total kepada Bunda Allah merupakan salah satu cara yang ampuh untuk mengenal Kristus sendiri. Namun perlu senantiasa diingat, bahwa kebaktian kepada Bunda Allah jangan sampai melenceng kepada tindakan penyembahan kepada sang Bunda, karena sesungguhnya hanya Allah Tritunggal Maha Kudus yang harus senantiasa disembah dan dimuliakan sepanjang segala abad. Penghormatan kepada Sang Bunda turut memberikan kita pengetahuan yang berlimpah tentang bagaimana sesungguhnya Kristus dan bagaimana cara yang sepantasnya kita lakukan untuk menghormati Kristus. Sisi keibuan dari Bunda Allah juga menjadikan kita dekat dengan Allah. Sang Bunda juga tidak pernah memberikan kita hukuman yang memberatkan, Sang Bunda hanya senantiasa memperingatkan dan jika sudah melewati batas akan menegur. Namun walaupun hanya teguran, akan sangat melukai hati kita karena ia memang adalah Bunda kita juga. Oleh karena itu, janganlah membuat ia bersedih hanya karena tindakan-tindakan kita yang menyakiti hati Puteranya.
Read More …


Jumat Agung merupakan saat ketika Gereja Kudus memperingati saat wafatnya Kristus. Setelah sebelumnya, Gereja bersama-sama Kristus berjaga-jaga pada sehari sebelum wafatnya di Yerusalem, kini Gereja dihadapkan pada kenyataan pahit yang harus diterima dalam proses penyelamatan umat manusia. Rasa pahit yang harus ditelan demi terciptanya rasa manis, yang walaupun perih namun harus diterima.

Banyak pihak yang merasa tidak dapat menerima kenyataan yang terlibat maupun muncul akibat peristiwa penyaliban ini. Ada yang berpendapat bahwa sangat tidak masuk akal jika seorang yang dianggap Tuhan menjalani kematian, ada juga yang berpendapat bahwa bukan Kristus yang menjadi subyek penyaliban melainkan seorang yang lain yang memiliki paras yang mirip atau bahkan serupa dengan Kristus. Lebih daripada itu, seluruh argumen pihak-pihak yang menentang ataupun meragukan peristiwa penyaliban sesungguhnya berasal dari hasrat manusia sendiri yang menolak diri untuk menerima kenyataan bahwa Allah menawarkan keselamatan dari dosa yang ia perbuat. Manusia menolak untuk diselamatkan entah karena malu untuk diselamatkan oleh karena besarnya dosa yang ia perbuat atau lebih memilih untuk mengedepankan logika daripada esensi iman yang ditawarkan oleh Allah.



Sebenarnya dalam peristiwa penyaliban Kristus, terlibat banyak sekali aspek yang memicu terciptanya suatu kompleksitas keadaan, dengan saling bercampurnya satu sama lain. Ada banyak pihak yang terlibat, namun secara garis besar ada tiga pihak yang terlibat dalam peristiwa Jumat Agung.

Pihak pertama yang terlibat dalam peristiwa ini secara jelas ialah manusia. Hal ini secara jelas dapat dilihat mulai dari tindakan Yudas Iskariot untuk mengkhianati Yesus dan memilih untuk menyerahkan Yesus kepada imam-imam kepala demi 30 keping uang perak. Ada yang perlu kita perhatikan dalam runtutan waktu yang diperlihat oleh tindakan-tindakan Yudas yang kiranya dapat memberikan suatu masukan berarti bagi kehidupan dan iman kita. Yudas merupakan seorang pribadi yang dipilih Yesus untuk menjadi salah seorang rasulnya yang pada awalnya melekat pada dirinya suatu status sebagai seorang pencuri. Kenapa Yesus memilih seorang pencuri untuk menjadi rasul-Nya? Banyak orang yang salah persepsi mengenai hal ini. Pemilihan Yudas menjadi salah seorang rasul terutama dikarenakan oleh niat Yesus untuk merangkul semua pihak dalam proses keselamatan, tidak peduli ia berasal dari golongan apa atau bagaimana masa lalunya. Pemilihan Yudas juga berarti bahwa Kristus membuka jalan keselamatan lebar-lebar kepada setiap orang yang ingin memperoleh keselamatan. Dalam hal ini manusia diberikan kebebasan untuk memilih. Momen kedua yang perlu diperhatikan ialah tindakan Yudas meninggalkan Yesus dan menemui para imam kepala untuk kemudian menyerahkan-Nya demi 30 keping uang perak. Pihak pertama yang perlu disorot disini ialah pihak imam kepala. Para imam kepala yang sejak Yesus memulai pengajaran-Nya, memiliki rasa iri hati kepada Yesus karena berpalingnya banyak umat kepada Yesus dari mereka. Umat memilih untuk percaya kepada Yesus karena perkataan-Nya seturut dengan tindakan-Nya. Ia mengajarkan apa yang Dia lakukan dan memberikan contoh nyata dari kehidupan serta dengan cara bicara yang bukan sebagai seorang pemimpin otoriter tetapi sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai seorang sahabat. Rasa iri hati para imam kepala mengajarkan kita akan hal yakni keserakahan manusia untuk menguasai segala hal. Manusia teramat serakah sehingga jikalau muncul pihak lain yang lebih baik dari mereka, mereka tidak dapat menerimanya. Manusia juga harus belajar untuk keluar dari zona nyaman yang dialaminya dalam kondisi rentang waktu tertentu. Zona nyaman ini secara jelas terlihat dari tindakan para imam kepala yang mengeluarkan 'upah' kepada Yudas sebagai balasan dari tindakan menyerahkan Yesus, berarti secara jelas dinyatakan apabila seorang manusia berada dalam zona nyaman maka ia dapat melakukan segala tindakan yang ia anggap pantas untuk mencapai segala maksud yang ia inginkan walaupun itu adalah hal-hal buruk.

Pribadi manusia lain yang secara jelas tampak dalam peristiwa penyaliban Kristus ialah para murid. Dalam peristiwa penyaliban, akan lebih mudah jika kita menggolongkan lagi kelompok para murid dalam dua golongan yakni golongan yang 'setia dan tidak setia'. Kelompok yang pertama ialah kelompok yang setia mengikuti Yesus sejak dari awal penunjukan mereka sebagai murid namun memilih untuk tidak berada di dekat Yesus ketika penyaliban. Tindakan ini mencerminkan salah satu sifat alami manusia yakni rasa kesedihan yang mendalam akibat seseorang yang diteladani dan diyakini sebagai pemimpin memilih wafat untuk orang lain daripada demi keselamatan diri sendiri. Kelompok ini yang menyadari kesalahan mereka di kemudian hari, kemudian belajar bagaimana seharusnya kesedihan mereka diletakkan. Manusia boleh sedih tapi kesedihan itu tidak boleh menjadi halangan bagi iman mereka untuk berbuah. Kelompok kedua ialah mereka yang sedari awal sejak dipilih menjadi rasul tetap setia sampai pada penyaliban. Ia ialah Rasul Yohannes bersama dengan Bunda Gereja dan Maria Magdalena. Ada satu hal yang unik yang tersirat dalam kejadian ini yakni peran wanita yang setia menemani Yesus sampai pada penyaliban. Wanita yang umumnya dikenal sebagai kelompok yang memiliki kerentanan jiwa yang tinggi apabila dibandingkan dengan laki-laki ternyata memiliki keteguhan hati yang lebih besar dibandingkan dengan kaum pria. Hal ini bisa terjadi karena penguatan iman yang mereka terima yakni bahwa mereka berani menerima kenyataan bahwa memang Kristus harus wafat di salib demi penebusan umat manusia. Dengan tindakan penebusan ini, mereka tidak hanya menunjukkan bahwa mereka mau untuk menerima hal-hal yang baik yang diberikan Yesus selama tubuh manusiawi-Nya hidup di dunia tetapi mereka juga mau untuk senantiasa berada di sisi Yesus ketika Ia menjalani masa-masa penyaliban-Nya. Hal yang harus kita pelajari ialah kita tidak boleh hanya mau menerima hal yang baik saja tanpa mau menerima hal yang buruk, kita harus belajar untuk senantiasa mendampingi seseorang baik dalam suka maupun duka karena dalam penyertaan yang seperti itu kita akan belajar bagaimana selayaknya kemanusiaan kita ditempatkan dan apakah kita layak menyandang status sebagai citra Allah (imago Dei) atau pribadi Allah yang lain (alter Christi).



Pihak kedua yang terlibat dalam penyaliban Kristus ialah Allah sendiri. Allah yang secara khusus mewujud dalam diri manusiawi Kristus memilih untuk mengakhiri hidup insani melalui penyaliban mengajarkan kita bagaimana untuk mengorbankan kepentingan diri kita sendiri demi kepentingan orang banyak jika kita melihat bahwa dengan pengorbanan itu kita dapat memberikan manfaat yang luas dan positif bagi setiap orang yang akan menerimanya. Bahwa memang benarlah 'tiada orang yang kasihnya lebih besar daripada ia yang menyerahkan diri bagi para sahabatnya'. Penyerahan diri secara utuh bagi orang lain merupakan tindakan pengurbanan dan tindakan kasih yang paling tinggi karena nyawa yang menjadi obyek kurban. Dalam hal ini terjadi saat ketika seseorang memilih untuk tidak melaksanakan kehendak pribadinya dan lebih memilih untuk mendatangkan damai bagi sesamanya daripada mendatangkan kepuasan pribadi yang duniawi bagi dirinya sendiri. Pengurbanan yang luhur juga menuntut keikhlasan dari pihak yang melakukannya yakni tindakan untuk tidak menuntut balas dari apa yang telah dilakukan. Pengurbanan juga harus dilakukan bukan semata-mata untuk memenuhi kepentingan dunia tetapi semata-mata untuk memuliakan Allah dalam setiap tindakan dan di setiap titik di alam semesta ini.



Pihak ketiga yang turut berperan dalam peristiwa penyaliban Kristus ialah Setan sendiri. Setan yang telah membisiki telinga Yudas untuk berkhianat melawan Yesus. Setan juga yang telah berperan sehingga para murid menjadi lemah imannya ketika menyaksikan Kristus yang tersalib. Setan jugalah yang mewujud dalam pribadi para imam-imam kepala serta bangsa Yahudi yang meneriakkan, "Salibkan Dia!". Setan jugalah yang mewujud dalam dunia ini. Selama setiap orang memilih untuk berpihak kepada kepentingan dunia dan segala nafsunya, maka ia memilih untuk selalu berada dalam pangkuan Setan dan memilih untuk menjauhkan diri dari Allah. Namun apa yang dilakukan Setan ialah demi kepentingannya semata yakni untuk menghilangkan cap yang telah dimeteraikan pada dahi kita sejak awal mula oleh Sang Raja Agung. Setiap orang yang menyerahkan dirinya bagi Setan berarti memilih untuk menghilangkan modal keselamatan yang telah ia terima. Setiap orang memang telah dijamin oleh Allah untuk memasuki jalan keselamatan, tetapi bukan dipastikan untuk memperoleh keselamatan. Allah memberi kita modal awal bagi keselamatan yakni iman kita sendiri. Selebihnya, terserah pada kita untuk bertindak. Apakah kita akan berbuat lebih banyak kebaikan untuk mengembangkan modal kita sehingga menjadi cuikup untuk memasuki jalan keselamatan atau tidak, itu sepenuhnya diserahkan kepada kita karena memang kita adalah insan yang bebas termasuk bebas untuk menentukan apakah kita akan memihak Allah atau Setan.



Iman pada Allah atau Setan, tentukanlah!!

Read More …



Alam semesta - Ekaristi

Sakramen Mahakudus merupakan wujud tertinggi pengorbanan Tuhan bagi manusia dengan meninggalkan status keilahian dan menjadika diri-Nya santapan bagi manusia demi mencapai penyatuan sempurna dengan ciptaan-Nya. Penyatuan yang begitu agung, indah, semarak, dan intim terjadi sejak Tubuh Tuhan kita masuk dalam tubuh duniawi kita. Ia meresap dalam setiap sel kita, memperbaharuinya, dan memberi kita semangat baru, terutama Ia membersihkan bait suci-Nya yakni hati kita agar mampu menerima curahan rahmat kerahiman Allah yang tiada henti. Penyatuan pribadi Allah dan manusia melalui Sakramen Maha Agung ini juga tidak hanya melibatkan Allah dan manusia tetapi juga seluruh alam semesta.

Berawal sejak madah Sanctus dilambungkan, seluruh semesta mulai mempersiapkan diri menyambut Sang Ilahi turun ke dunia untuk bersama-sama mempersembahkan kurban Misa Kudus. Memasuki Kanon (Doa Syukur Agung), seluruh semesta berlutut dan menyatukan hati bersama-sama dengan para gembala Kristus memohon agar Ia yang Maha Kuasa berkenan hadir dan bersatu dengan ciptaan. Seluruh semesta, ya seluruhnya, tanpa terkecuali, turut hadir dalam menyembah Kristus, termasuk mereka yang belum mengenal Kristus dan mereka yang dalam pandangan dunia merupakan orang-orang yang paling buruk dalam kelakuan dan sifat mereka. Ini dikarenakan mereka juga sejak awal mula berasal dari dan milik Kristus maka sebagaimana kawanan domba yang mengenal suara gembalanya dan datang ketika dipanggil, demikian pula seluruh jiwa berkumpul menghadap Sang Gembala dalam Misa Maha Kudus, sebab biarpun fisik tidak tampak namun jiwa turut memuji Ia yang Satu-Satunya Layak Dipuji, Disembah, dan Dimuliakan untuk Selama-Lamanya.
Betapa besar kecemburuan yang dimiliki ciptaan lain ketika melihat Kristus yang Maha Suci berkenan hadir dalam diri manusia yang penuh dosa, perusak ciptaan dan diri mereka sendiri. Bahkan demi mendengarkan Sang Sabda yang diwartakan oleh St. Fransiskus dari Asisi, ikan-ikan muncul ke permukaan air, meninggalkan kehidupan mereka dan rela tubuhnya menderita kering tanpa tersentuh air di sebagian tubuhnya, hanya demi mendengar Sang Sabda yang begitu melimpahnya diwahyukan kepada manusia. Demikian pula dengan seekor keledai, yang menjadi lambang dari kerendahan dan orang-orang lemah, lebih memilih untuk berlutut dan menghormat pada Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan dalam monstrans yang dibawa oleh St. Antonius dari Padua daripada memakan sekeranjang penuh rumput segar yang diberikan oleh pada penganut bidaah Albigens setelah dibiarkan tidak makan selama 3 hari. Kehadiran alam semesta yang lebih nyata lagi sebenarnya telah terjadi pada peristiwa Ekaristi kedua yakni ketika Kristus sendiri secara nyata dikurbankan dan darah-Nya ditumpahkan demi kurban pelunasan dosa. Bumi bergetar dengan hebatnya, menangis atas wafatnya Kristus secara ragawi dan marah atas tindakan tidak tahu diri manusia kepada Sang Pencipta. Para kudus keluar dari perut bumi berjalan keluar untuk menunjukkan kepada bangsa manusia apa yang telah sesungguhnya mereka lakukan. Alam semesta, dengan segala kekurangan fisik yang dimilikinya mau dan mampu menunjukkan penghormatan terbaik yang mampu dilakukannya pada Sang Awal dan Akhir dari segala sesuatu. Bagaimana dengan manusia, yang sejak awal dipercaya oleh Allah untuk menjadi penjaga dari alam semesta?

Mari, Sambutlah Sang Raja!

Lihat, telah datang Sang Raja Abadi, datang dari surga mulia demi bersatu dengan kita, ciptaan yang Ia kasihi. Sebagaimana dahulu Ia telah mengosongkan diri dengan mengambil rupa seorang Anak Manusia, maka kini Ia mewujudkan diri dalam bentuk Hosti Maha Kudus dan Darah yang Maha Mulia. Mari, kita sambut Tubuh dan Darah Tuhan kita, Yesus Kristus, yang teramat agung. Segala tindakan yang pantas diperlukan demi menunjukkan betapa kita rindu menyambut dan memuliakan Tuhan dalam diri dan kehidupan kita. Betapa tubuh kita, tidak layak untuk menerima anugerah mulia ini meski jiwa kita sangat merindukannya karena diri kita yang telah dipenuhi oleh dosa yang menyebabkan kotornya diri oleh dosa sehingga tidak pantas untuk menerima kehadiran Tuhan yang Maha Mulia. Karenanya, paling tidak berikanlah dirimu dalam keadaan sebersih mungkin saat menyambut Ia yang mewujud dalam Hosti Maha Mulia. Persiapkanlah batin agar mampu menerima curahan rahmat Ilahi. Sang Bunda Ilahi akan membantu melalui doa Rosario Suci yang ia wariskan kepada kita. Dalam doa Rosario Suci St. Perawan Maria tampaklah Kristus yang selama hidup-Nya menyerahkan diri hanya demi Allah, hal inilah yang diharapkan kita miliki saat menerima Komuni Suci yakni pasrah pada penyelenggaraan Allah sebab inilah "Fiat" kita kepada Allah. Laku tubuh yang layak dan pantas juga harus kita berikan saat menerima Tubuh Yang Maha Mulia. Terimalah anugerah yang maha mulia ini langsung di mulut, bukan di telapak tangan terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke mulut. Ini karena Tubuh Tuhan Yang Maha Mulia tidak sepantasnya berada di tempat yang telah kotor dengan berbagai perbuatan dosa. Tubuh Tuhan begitu mulia dan hanya mereka yang telah Ia tahbiskan sendiri sebagai para gembala-Nya yang boleh memegangnya. Memegang Hosti Maha Kudus dan kemudian memasukkannya ke dalam mulut tidak dapat diterima dalam konteks dan dengan alasan apapun terutama demi alasan agar penerimaan Komuni Suci lebih praktis sebab betapa berrdosanya kita bila hanya demi alasan lebih praktis kita rela menjadikan Tubuh Kristus menjadi tidak terhormat dan mengotorinya dengan tangan kita yang penuh dengan dosa dan perbuatan-perbuatan yang tidak pantas untuk bersentuhan dengan Hosti Mulia. Demikian pula, berlututlah saat hendak menerima tubuh Tuhan kita Yesus Kristus, karena dengan berlutut, kita merendahkan diri kita di hadapan Ilahi yang Maha Mulia sebagai pertanda ketidaklayakan kita untuk berada dekat dengan-Nya dan menerima-Nya dalam tubuh kita. Menyambut Tubuh Tuhan dengan berdiri sama halnya dengan menyamakan Kristus dengan manusia dan membuang jauh-jauh keallahan-Nya. Dengan demikian Ia kita jadikan manusia fana yang tidak layak dan tidak pantas utnuk dihormati. Betapa berdosanya kita selama ini dengan membiarkan hal ini terjadi. Kini, maukah kita memperbaikinya?
Read More …


Lauda, Sion, Salvatorem,

lauda ducem et pastorem in hymnis et canticis.

Quantum potes, tantum aude:

quia major omni laude,
nec laudare sufficis.



Laudis thema specialis,

panis vivus et vitalis hodie proponitur.

Quem in sacrae mensa coenae,
turbae fratrum duodenae datum non ambigitur.



Sit laus plena,

sit sonora, sit jucunda,

sit decora mentis jubilatio.

Dies enim solemnis agitur,
in qua mensae prima recolitur hujus institutio.



In hac mensa novi Regis,

novum Pascha novae legis,

Phase vetus terminat.

Vertustatem novitas,

umbram fugat veritas,
noctem lux eliminat.



Quod in coena Christus gessit,

faciendum hoc expressit in sui memoriam

Docti sacris institutis, panem,

vinum in salutis consecramus hostiam.

Dogma datus Christianis, quod in carnem
transit panis, et vinum in sanguinem.



Quod non capis, quod non vides,

animosa firmat fides

praeter rerum ordinem.

Sub diversis speciebus,

signis tantum, et non rebus,
latent res eximiae.



Caro cibus, sanguis potus:

manet tamen Christus totus,

Sub utraque specie.

Asumente non concisus,

non confractus, non divisus:
integer accipitur.



Sumit unus, sumunt mille:

Quantum isti, tantum ille:

nec sumptus consumitur.

Sumunt boni, sumunt mali:

sorte tamen inaequali,
vitae, vel interitus.



Mors est malis, vita bonis:

vide paris sumptionis quam

sit dispar exitus Fracto demum sacramento,

ne vacilles, sed memento,

tantum esse sub fragmento
quantum toto tegitur.



Nulla rei fit Angelorum,

factus cibus viatorum:

vere panis filiorum,

non mittendus canibus.

In figuris praesignatur,

cum Isaac immolatur:

agnus paschae deputatur:
datur manna patribus.



Bone pastor, panis vere,

Jesu, nostri miserere:

tu nos pasce, nos tuere:
tu nos bona fac videre in terra viventium.



Tu, qui cuncta scis et vales,

qui nos pascis hic mortales:

tuos ibi commensales,

coheredes et sodales fac sanctorum civium.
Amen. Alleluia.





Sion, lift thy voice and sing,

Praise thy Savior, praise thy King;

Praise with hymns thy Shepherd true:

Strive thy best to praise Him well,

For He doth all praise excel;
None can ever reach His due.



See today before us laid

Living and life-giving Bread,

Theme for praise and joy profound;

Bread which at the sacred board

Was, by our Incarnate Lord,
Giv'n to His apostles round.



Let the praise be loud and high;

Sweet and rev'rent be the joy

Felt today in every breast;

On this festival Divine,

Which records the origin
Of the glorious Eucharist.



On this table of the new King,

This, the new Law's paschal off'ring

Brings to end the olden rite.

Here, for empty shadows fled,

Is reality instead;
Here, instead of darkness, light.



What He did at supper seated,

Christ ordained to be repeated,

In His memory Divine;

Wherefore we, with adoration

Thus the Host of our salvation
Consecrate from bread and wine.



Taught by Christ, the Church maintaineth,

That the bread its substance changeth

Into Flesh, the wine to Blood,

Doth is pass thy comprehending?

Faith, the law of sight transcending
Leaps to things not understood.



Here beneath these signs, are hidden

Priceless things, to sense forbidden

Signs, not things, are all we see,--

Flesh from bread, and Blood from wine,

Yet is Christ in either sing,
All entire, confessed to be.



They, too, who of Him partake,

Sever not, nor rend, nor break,

But entire, their Lord receive.

Whether one or thousands eat,

All receive the self-same meat,
Nor the less for other leave.



Lo, the wicked with the good

Eat of this celestial food:

Yet with ends how opposite!

Life to these, 'tis death to those:

See how from like taking flows
Diff'rence truly infinite.



Nor do thou doubts entertain

When the Host is broken in twain:

But be sure, each part contains

What was in the whole before:

'Tis the simple sign alone

Which hath changed in size and form,

Whilst the signified is one
And the same for evermore.



Lo, upon the altar lies,

Hidden deep from human eyes,

Bread of angels from the skies,

Made the food of mortal man:

Children's meat, to dogs denied;

In old types foresignified:

In the manna heaven supplied,
Isaac, and the Paschal Lamb.



Jesu, Shepherd, Bread indeed,

Thou take pity on our need:

Thou Thy flock in safety feed,

Thou protect us, Thou us lead

To the land of heavenly grace.

Thou, who feedest us below.

Source of all we have or know,

Grant that, at Thy feast of love,

Sitting with the saints above,

We may see Thee face to face.
Amen. Alleluia.
Read More …


Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu.

Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus.

Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini,

sekarang dan waktu kami mati.

Amin.

Corpus Dómini nostri Jesu Christi custódiat ánimam meam in vitam ætérnam

(Semoga Tubuh Tuhan kita Yesus Kristus menjagai jiwaku untuk kehidupan kekal. Amin.)

Ucapan ini diucapkan oleh imam pada saat berdoa sesaat sebelum ia menerima Tubuh Kristus untuk masuk ke dalam tubuhnya sebagai suatu santapan rohani. Ucapan yang sama juga diucapkan imam pada saat akan memberikan Tubuh Kristus kepada umat pada saat komuni dalam ritus Missa Forma Ekstraordinaria (Tridentine Latin Mass). Ucapan yang cukup singkat, namun jika ditilik secara lebih mendalam memiliki suatu makna yang berlimpah dalam kesederhanaan kata-kata yang terbingkai dalam kalimat tersebut.

Bagian yang pertama yang patut dan memang selayaknya untuk menjadi fokus perhatian ialah pengakuan iman kita pada Kristus, yakni memang yang kita sambut adalah Tubuh Kristus sendiri. Kristus yang adalah Allah yang Mahakuasa, Awal dan Akhir dari segala sesuatu, rela meninggalkan kodrat ilahi-Nya untuk menjadi santapan rohani bagi manusia dan dengan demikian Ia mencapai suatu persatuan yang tertinggi dengan manusia, umat-Nya. Karena dengan persatuan sebagai santapan rohani manusia, akan terjadi peleburan dan penyatuan jiwa antara Pencipta dan ciptaan, antara yang mengasihi dan yang dikasihi dan dengan demikian turut tercapai pula maksud dari semua tindakan penebusan yang sejak semula diharapkan untuk turun atas manusia yakni terjalinnya persatuan yang luhur antara Allah dan manusia.



Kenapa dibutuhkan persatuan antara Allah dan manusia?

Sudah terjadi sejak awal segala sesuatu, bahwa manusia berasal dari Allah dan pada hakikatnya berada dalam persatuan Ilahi dengan Allah. Suatu persatuan, yang pada akhirnya dirusak oleh hasrat manusia yakni hasrat keingintahuan dan ketidakpuasan atas segala sesuatu, akhirnya rusak pada saat Hawa termakan oleh godaan ular di Taman Eden dan memakan buah dari pohon terlarang dan dengan demikian juga memberikannya kepada Adam, pasangannya. Relasi yang tercipta antara Adam-Hawa dengan Allah sebelum terjadinya peristiwa Taman Firdaus ini, menunjukkan kepada kita betapa indahnya persatuan yang tercipta, bagaimana Allah sendiri memberikan kepada manusia kuasa atas seluruh ciptaan, pendamping, dan rumah serta segala hal yang berlimpah. Allah senantiasa menyertai mereka sepanjang waktu dan di tengah segala kesibukan Allah mengurus alam semesta yang maha luas, Allah masih sempat untuk bercengkerama dengan mereka dan bahkan Allah, dalam kasih-Nya yang begitu besar kepada Adam yang dilihat-Nya sendiri, tanpa pasangan, kemudian memberikan kepadanya seorang pasangan, yang disebutnya sebagai 'daging dari dagingku, dan darah dari darahku". Namun persatuan yang indah ini dirusak oleh hasrat ketidakpuasan manusia akan segala sesuatu yang ada dan ditambah lagi oleh godaan sang ular, sehingga persatuan ini pun rusaklah.

Namun sekali lagi, karena kasih Allah yang tanpa batas dan kerinduan Allah untuk bersatu kembali dengan manusia, ciptaan-Nya yang paling agung dan Ia kasihi, maka sudah sejak zaman Perjanjian Lama, Ia menjanjikan kepada manusia seorang Penebus yang akan memperbaiki hubungan yang telah rusak ini dan membawa kembali manusia kepada persatuan dengan Allah. Suatu persatuan ilahi yang penuh kasih, yang telah rusak oleh dosa yang sedemikian kelam dan jahatnya, harus diperbaiki kembali. Bukan perkara yang mudah untuk memperbaiki hubungan ini karena melibatkan dua pribadi adikodrati yang berada jauh di luar jangkauan manusia yakni Allah Yang Mahakuasa dengan perusak hubungan itu sendiri, yakni Sang Jahat. Maka untuk mampu mengatasi kerusakan hubungan ini, diperlukan sosok yang memiliki kualitas kasih adikodrati yang jauh melebihi siapa saja. Sosok yang mampu mengatasi segala kejahatan, kelemahan, dan keburukan yang ada dengan kasih yang tulus, murni, tanpa batas. Ya, memang hanya Allah yang memiliki kepribadian seperti ini, karena hanya Ia lah yang mampu untuk mengasihi sedemikian rupa. Oleh karena itu, Ia mengutus diri-Nya sendiri dalam rupa seorang Putera, Anak Manusia, untuk turun ke dunia.

Kehadiran Putera Allah ke dalam dunia, dalam masa sekitar 30 tahun hidup-Nya, memberikan gambaran baru bagi dunia. Kehadiran-Nya memberikan gambaran bagi dunia bagaimana jalan yang seharusnya ditempuh untuk menjalin kembali hubungan yang baik dengan Allah. Allah tidak mempersoalkan dosa yang telah dibuat oleh manusia jika manusia bersedia kembali kepada-Nya dengan sungguh-sungguh dan tulus, murni. Dengan alasan yang demikian pulalah, yang turut menjadikan Ia bersedia untuk turun dari hadirat di surga tinggi hanya demi merangkul manusia, makhluk yang paling dikasihi-Nya.

Berbagai dimensi kehidupan yang disajikan oleh Kristus semasa hidup-Nya akhirnya harus berakhir secara jasmani, di kayu salib di tempat yang diyakini bernama Bukit Golgota, tempat yang pada masa tersebut merupakan suatu tempat penyaliban bagi orang-orang yang dianggap memiliki kesalahan amat besar sehingga layak untuk mendapatkan suatu penyaliban.

Konteks penyaliban yang terjadi pada masa akhir hidup jasmani Yesus perlu dilihat bukan sebagai suatu hal yang memilukan atau memalukan bagi kita, umat beriman. Memang, pada awalnya, jika seseorang menyandang status sebagai orang yang tersalib, maka kepadanya dilekatkan status sebagai pihak yang amat jahat dan tidak layak untuk menjadi bagian dari suatu masyarakat. Tapi apa yang dialami oleh Yesus, adalah suatu hal yang jauh berbeda dari konteks pada masa tersebut. Penyaliban Yesus lebih dikarenakan oleh hasrat manusia sendiri. Manusia yang tidak puas akan kehadiran sesosok pria yang mampu menghadirkan nuansa baru kehidupan berelasi dengan Allah dalam kasih yang tulus murni, di tengah keganasan segala intrik dan tipu daya dunia untuk mencampuradukkan kehidupan kasih ilahi Allah dan manusia dengan segala kebusukan dunia. Ketidakpuasan ini mendorong segala pihak yang tidak menyukai kehadiran Kristus untuk berakhir pada suatu kesimpulan, yakni pemusnahan Kristus dengan penyaliban-Nya. Namun, sungguhpun penyaliban ini benar-benar terjadi, apa yang terjadi selanjutnya bukan menjadi apa yang diharapkan oleh mereka yang menyalibkan-Nya.

Penyaliban Kristus membawa suatu dimensi baru lagi bagi manusia. Kristus, Anak Domba Paskah, telah dikurbankan di kayu salib. Dari kayu salib, darah-Nya yang kudus tercucur bagi dunia dan di atas kayu yang sama, tubuh-Nya terentang antara langit dan bumi, selayaknya kurban yang ditadahkan oleh seorang imam kepada Allah sebagai kurban pelunas dosa. Inilah Ekaristi nyata yang terjadi di tengah publik, setelah penetapan Perjamuan Ekaristi yang sebelumnya ditetapkan oleh Kristus sendiri pada saat berkumpul dengan para murid.

Sakramen Ekaristi Mahakudus yang sama sejak penyaliban

Berkat penyaliban, kepada dunia telah diberitahukan satu hal yang sama yakni inilah Ekaristi, saat ketika Kristus mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada dunia demi kurban pelunasan dosa. Sakramen inilah yang kita imani bersama sejak dari masa penyaliban sampai sekarang dan selama-lamanya dan atas perintah kasih dari Sang Terkasih jugalah, kita mengulanginya dalam setiap Misa Kudus. Misa Kudus yang senantiasa kita persembahkan kepada Allah, setiap suatu periode tertentu, bukan sekadar suatu peringatan atau ritual biasa yang mampu dilakukan oleh siapa saja. Kurban Misa ini berasal dari Allah, sehingga yang mampu melakukannya sebenarnya hanya Allah sendiri, namun sekali lagi karena karunia Allah yang begitu besar kepada manusia, sehingga Ia berkenan untuk memberikan rahmat imamat suci surgawi kepada para imam-Nya sehingga mereka dapat dengan lebih luas mewartakan kabar keselamatan kepada seluruh ciptaan di seluruh semesta. Para imam mendapatkan kesempatan emas yang sangat sulit didapatkan yakni kesempatan untuk mendapatkan tangan Allah sendiri melekat dengan tangan mereka pada saat mereka memberkati siapa saja, terutama pada saat mempersembahkan kurban Misa. Merekalah pihak yang paling dekat dengan Allah baik secara fisik maupun jiwa karena kepada mereka telah diberikan rahmat yang diberikan oleh Kristus sendiri, yakni rahmat persatuan pribadi dengan Kristus, sang Imam Surgawi, untuk turut mengambil bagian dalam misteri pengurbanan agung Sang Raja Surgawi.

Misa Kudus, kehadiran hadirat Ilahi

Dalam Misa Kudus, kita mengenangkan kembali peristiwa penebusan yang telah dilakukan oleh Kristus di atas kayu salib. Dalam Misa Kudus tersebut pula, Allah sungguh-sungguh hadir di tengah-tengah kita. Kehadiran Kristus bukan hanya pada saat konsekrasi Roti dan Anggur, tetapi bahkan sejak kita mempersiapkan diri berangkat dari tempat awal kita menuju Gereja/kapel. Kristus yang sama, membantu kita untuk mempersiapkan diri untuk menyambut diri-Nya yang akan dipersembahkan dalam Misa Ekaristi Kudus. Oleh karena itu, kita perlu membina kesigapan hati untuk menyadari kehadiran Kristus yang agung ini.Kehadiran Kristus itu pulalah yang mengharuskan kita untuk memberikan penghormatan yang selayaknya kepada Allah Tuhan kita. Suatu persiapan batin yang layak dan cukup diperlukan agar diri kita, baik jiwa maupun raga, sanggup untuk menerima kehadiran Kristus secara utuh dalam diri kita. Persiapan batin dalam Misa Kudus, dilakukan sebelum Misa Kudus dimulai, melalui untaian doa dan pengosongan diri dari segala hasrat dunia yang mampu mengganggu persatuan kita dengan Allah. Persiapan batin yang cukup ini bisa kita raih, sekali lagi dengan bantuan dari Allah yang Maha Pengasih. Bantuan dan pendampingan yang kita dapatkan, berupa pendampingan dari Bunda Putera-Nya sendiri. Bunda Allah senantiasa hadir dalam setiap Misa Kudus yang dipersembahkan bagi Putera-Nya. Bunda kita akan membantu kita untuk mempersiapkan hati supaya mampu setidaknya untuk menampung satu tetesan rahmat kerahiman Ilahi yang akan tercurah begitu derasnya pada saat Misa Kudus berlangsung, agar jiwa kita mampu memahami Kristus yang sungguh hadir dalam Misa Ekaristi Agung dan memahami makna pengurbanan dan penebusan yang sesungguhnya dari misteri penyaliban Agung.

Bersama-sama dengan Maria, pendarasan doa Rosario Suci St. Perawan Maria, akan sangat membantu kita dalam memahami makna Misa Kudus dan merenungkan peristiwa mulia ini. Karena seluruh isi Kitab Suci berpusat pada Kristus, dirangkum dalam Rosario Suci, dan berpuncak pada perayaan misteri agung penebusan Ilahi pada Misa Kudus. Setiap bulir yang mengalir membantu kita dalam menyucikan hati dari segala hal yang mengusik kita dari persatuan kita dengan Allah. Dengan Rosario Suci St. Perawan Maria, setiap insan diajak untuk memahami Kristus melalui Bunda-Nya yang maha lembut dan pengasih.

Sungguh suatu rahmat Ilahi yang begitu besar dicurahkan kembali kepada seluruh ciptaan dengan dianugerahkannya Bunda Ilahi, kepada seluruh ciptaan. Manusia yang penuh akan kelemahan dan kerapuhan, diangkat Allah untuk menjadi Bunda Putera-Nya.

Ya, memang, manusia rapuh, tapi di tengah kerapuhan itulah Allah mencintai kita karena memang sesungguhnya cinta yang sejati timbul bukan dari kelebihan tetapi dari kekurangan.

Cinta yang sejati, tulus, murni diberikan oleh Allah kepada kita,

cinta agung yang bahkan membuat Allah sendiri harus turun ke tengah-tengah kita dalam rupa seorang Putera,

pantaskah kita untuk membalas cinta ini dengan tindakan-tindakan kita yang tiada pantas?

tindakan-tindakan yang menghilangkan situasi batin yang tidak layak dalam mempersiapakan diri menyambut Misa?tindakan-tindakan daging yang menghilangkan hadirat Ilahi dalam setiap Misa Agung?

O, betapa mulia nama-Mu ya Tuhan di seluruh penjuru bumi,

betapa agung dan luhur kasih-Mu kepada kami,

tetapi betapa rendah balasan yang kami berikan kepada-Mu...

Ya Tuhan, yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih...

bukalah lebar-lebar pintu kerahiman Hati Kudus-Mu kepada kami,

sucikanlah kami dengan kasih-Mu sehingga kami dapat memahami dengan lebih layak kehadiran-Mu dalam setiap Misa Kudus-Mu...

Doakanlah kami, ya Santa Bunda Allah

supaya kami dapat menikmat janji Kristus.

Kemuliaan kepada Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus

seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad.

Amin.




Read More …

Kalender Liturgi

Artikan situs ini (Translator)

Buku tamu


ShoutMix chat widget

Lokasi Tamu

Mari Berlangganan

GET UPDATE VIA EMAIL
Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke email anda!
Diciptakan berkat anugerah Allah kepada Tarsisius Angelotti Maria. Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Cari Blog Ini