Dominus Vobiscum


Jumat Agung merupakan saat ketika Gereja Kudus memperingati saat wafatnya Kristus. Setelah sebelumnya, Gereja bersama-sama Kristus berjaga-jaga pada sehari sebelum wafatnya di Yerusalem, kini Gereja dihadapkan pada kenyataan pahit yang harus diterima dalam proses penyelamatan umat manusia. Rasa pahit yang harus ditelan demi terciptanya rasa manis, yang walaupun perih namun harus diterima.

Banyak pihak yang merasa tidak dapat menerima kenyataan yang terlibat maupun muncul akibat peristiwa penyaliban ini. Ada yang berpendapat bahwa sangat tidak masuk akal jika seorang yang dianggap Tuhan menjalani kematian, ada juga yang berpendapat bahwa bukan Kristus yang menjadi subyek penyaliban melainkan seorang yang lain yang memiliki paras yang mirip atau bahkan serupa dengan Kristus. Lebih daripada itu, seluruh argumen pihak-pihak yang menentang ataupun meragukan peristiwa penyaliban sesungguhnya berasal dari hasrat manusia sendiri yang menolak diri untuk menerima kenyataan bahwa Allah menawarkan keselamatan dari dosa yang ia perbuat. Manusia menolak untuk diselamatkan entah karena malu untuk diselamatkan oleh karena besarnya dosa yang ia perbuat atau lebih memilih untuk mengedepankan logika daripada esensi iman yang ditawarkan oleh Allah.



Sebenarnya dalam peristiwa penyaliban Kristus, terlibat banyak sekali aspek yang memicu terciptanya suatu kompleksitas keadaan, dengan saling bercampurnya satu sama lain. Ada banyak pihak yang terlibat, namun secara garis besar ada tiga pihak yang terlibat dalam peristiwa Jumat Agung.

Pihak pertama yang terlibat dalam peristiwa ini secara jelas ialah manusia. Hal ini secara jelas dapat dilihat mulai dari tindakan Yudas Iskariot untuk mengkhianati Yesus dan memilih untuk menyerahkan Yesus kepada imam-imam kepala demi 30 keping uang perak. Ada yang perlu kita perhatikan dalam runtutan waktu yang diperlihat oleh tindakan-tindakan Yudas yang kiranya dapat memberikan suatu masukan berarti bagi kehidupan dan iman kita. Yudas merupakan seorang pribadi yang dipilih Yesus untuk menjadi salah seorang rasulnya yang pada awalnya melekat pada dirinya suatu status sebagai seorang pencuri. Kenapa Yesus memilih seorang pencuri untuk menjadi rasul-Nya? Banyak orang yang salah persepsi mengenai hal ini. Pemilihan Yudas menjadi salah seorang rasul terutama dikarenakan oleh niat Yesus untuk merangkul semua pihak dalam proses keselamatan, tidak peduli ia berasal dari golongan apa atau bagaimana masa lalunya. Pemilihan Yudas juga berarti bahwa Kristus membuka jalan keselamatan lebar-lebar kepada setiap orang yang ingin memperoleh keselamatan. Dalam hal ini manusia diberikan kebebasan untuk memilih. Momen kedua yang perlu diperhatikan ialah tindakan Yudas meninggalkan Yesus dan menemui para imam kepala untuk kemudian menyerahkan-Nya demi 30 keping uang perak. Pihak pertama yang perlu disorot disini ialah pihak imam kepala. Para imam kepala yang sejak Yesus memulai pengajaran-Nya, memiliki rasa iri hati kepada Yesus karena berpalingnya banyak umat kepada Yesus dari mereka. Umat memilih untuk percaya kepada Yesus karena perkataan-Nya seturut dengan tindakan-Nya. Ia mengajarkan apa yang Dia lakukan dan memberikan contoh nyata dari kehidupan serta dengan cara bicara yang bukan sebagai seorang pemimpin otoriter tetapi sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai seorang sahabat. Rasa iri hati para imam kepala mengajarkan kita akan hal yakni keserakahan manusia untuk menguasai segala hal. Manusia teramat serakah sehingga jikalau muncul pihak lain yang lebih baik dari mereka, mereka tidak dapat menerimanya. Manusia juga harus belajar untuk keluar dari zona nyaman yang dialaminya dalam kondisi rentang waktu tertentu. Zona nyaman ini secara jelas terlihat dari tindakan para imam kepala yang mengeluarkan 'upah' kepada Yudas sebagai balasan dari tindakan menyerahkan Yesus, berarti secara jelas dinyatakan apabila seorang manusia berada dalam zona nyaman maka ia dapat melakukan segala tindakan yang ia anggap pantas untuk mencapai segala maksud yang ia inginkan walaupun itu adalah hal-hal buruk.

Pribadi manusia lain yang secara jelas tampak dalam peristiwa penyaliban Kristus ialah para murid. Dalam peristiwa penyaliban, akan lebih mudah jika kita menggolongkan lagi kelompok para murid dalam dua golongan yakni golongan yang 'setia dan tidak setia'. Kelompok yang pertama ialah kelompok yang setia mengikuti Yesus sejak dari awal penunjukan mereka sebagai murid namun memilih untuk tidak berada di dekat Yesus ketika penyaliban. Tindakan ini mencerminkan salah satu sifat alami manusia yakni rasa kesedihan yang mendalam akibat seseorang yang diteladani dan diyakini sebagai pemimpin memilih wafat untuk orang lain daripada demi keselamatan diri sendiri. Kelompok ini yang menyadari kesalahan mereka di kemudian hari, kemudian belajar bagaimana seharusnya kesedihan mereka diletakkan. Manusia boleh sedih tapi kesedihan itu tidak boleh menjadi halangan bagi iman mereka untuk berbuah. Kelompok kedua ialah mereka yang sedari awal sejak dipilih menjadi rasul tetap setia sampai pada penyaliban. Ia ialah Rasul Yohannes bersama dengan Bunda Gereja dan Maria Magdalena. Ada satu hal yang unik yang tersirat dalam kejadian ini yakni peran wanita yang setia menemani Yesus sampai pada penyaliban. Wanita yang umumnya dikenal sebagai kelompok yang memiliki kerentanan jiwa yang tinggi apabila dibandingkan dengan laki-laki ternyata memiliki keteguhan hati yang lebih besar dibandingkan dengan kaum pria. Hal ini bisa terjadi karena penguatan iman yang mereka terima yakni bahwa mereka berani menerima kenyataan bahwa memang Kristus harus wafat di salib demi penebusan umat manusia. Dengan tindakan penebusan ini, mereka tidak hanya menunjukkan bahwa mereka mau untuk menerima hal-hal yang baik yang diberikan Yesus selama tubuh manusiawi-Nya hidup di dunia tetapi mereka juga mau untuk senantiasa berada di sisi Yesus ketika Ia menjalani masa-masa penyaliban-Nya. Hal yang harus kita pelajari ialah kita tidak boleh hanya mau menerima hal yang baik saja tanpa mau menerima hal yang buruk, kita harus belajar untuk senantiasa mendampingi seseorang baik dalam suka maupun duka karena dalam penyertaan yang seperti itu kita akan belajar bagaimana selayaknya kemanusiaan kita ditempatkan dan apakah kita layak menyandang status sebagai citra Allah (imago Dei) atau pribadi Allah yang lain (alter Christi).



Pihak kedua yang terlibat dalam penyaliban Kristus ialah Allah sendiri. Allah yang secara khusus mewujud dalam diri manusiawi Kristus memilih untuk mengakhiri hidup insani melalui penyaliban mengajarkan kita bagaimana untuk mengorbankan kepentingan diri kita sendiri demi kepentingan orang banyak jika kita melihat bahwa dengan pengorbanan itu kita dapat memberikan manfaat yang luas dan positif bagi setiap orang yang akan menerimanya. Bahwa memang benarlah 'tiada orang yang kasihnya lebih besar daripada ia yang menyerahkan diri bagi para sahabatnya'. Penyerahan diri secara utuh bagi orang lain merupakan tindakan pengurbanan dan tindakan kasih yang paling tinggi karena nyawa yang menjadi obyek kurban. Dalam hal ini terjadi saat ketika seseorang memilih untuk tidak melaksanakan kehendak pribadinya dan lebih memilih untuk mendatangkan damai bagi sesamanya daripada mendatangkan kepuasan pribadi yang duniawi bagi dirinya sendiri. Pengurbanan yang luhur juga menuntut keikhlasan dari pihak yang melakukannya yakni tindakan untuk tidak menuntut balas dari apa yang telah dilakukan. Pengurbanan juga harus dilakukan bukan semata-mata untuk memenuhi kepentingan dunia tetapi semata-mata untuk memuliakan Allah dalam setiap tindakan dan di setiap titik di alam semesta ini.



Pihak ketiga yang turut berperan dalam peristiwa penyaliban Kristus ialah Setan sendiri. Setan yang telah membisiki telinga Yudas untuk berkhianat melawan Yesus. Setan juga yang telah berperan sehingga para murid menjadi lemah imannya ketika menyaksikan Kristus yang tersalib. Setan jugalah yang mewujud dalam pribadi para imam-imam kepala serta bangsa Yahudi yang meneriakkan, "Salibkan Dia!". Setan jugalah yang mewujud dalam dunia ini. Selama setiap orang memilih untuk berpihak kepada kepentingan dunia dan segala nafsunya, maka ia memilih untuk selalu berada dalam pangkuan Setan dan memilih untuk menjauhkan diri dari Allah. Namun apa yang dilakukan Setan ialah demi kepentingannya semata yakni untuk menghilangkan cap yang telah dimeteraikan pada dahi kita sejak awal mula oleh Sang Raja Agung. Setiap orang yang menyerahkan dirinya bagi Setan berarti memilih untuk menghilangkan modal keselamatan yang telah ia terima. Setiap orang memang telah dijamin oleh Allah untuk memasuki jalan keselamatan, tetapi bukan dipastikan untuk memperoleh keselamatan. Allah memberi kita modal awal bagi keselamatan yakni iman kita sendiri. Selebihnya, terserah pada kita untuk bertindak. Apakah kita akan berbuat lebih banyak kebaikan untuk mengembangkan modal kita sehingga menjadi cuikup untuk memasuki jalan keselamatan atau tidak, itu sepenuhnya diserahkan kepada kita karena memang kita adalah insan yang bebas termasuk bebas untuk menentukan apakah kita akan memihak Allah atau Setan.



Iman pada Allah atau Setan, tentukanlah!!

Categories:

Leave a Reply

Kalender Liturgi

Artikan situs ini (Translator)

Buku tamu


ShoutMix chat widget

Lokasi Tamu

Mari Berlangganan

GET UPDATE VIA EMAIL
Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke email anda!
Diciptakan berkat anugerah Allah kepada Tarsisius Angelotti Maria. Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Cari Blog Ini