Pujangga Gereja
Pesta: 15 Oktober
Pesta: 15 Oktober
Kurang dari 20 tahun sebelum Teresa dilahirkan di tahun 1515, Columbus membuka dunia baru bagi kolonisasi orang Eropa. Dua tahun setelah dia dilahirkan, Luther memulai reformasi Protestan. Dari semua inilah Teresa datang menunjukkan jalan dari gejolak di luar sana kepada kedamaian batin.
Ayah Teresa sangat jujur dan taat, tetapi mungkin dia terlalu ekstrim dalam hal ini. Ibunda Teresa menyukai novel romans tetapi karena suaminya menolak buku-buku picisan seperti ini, dia menyembunyikannya dari suaminya. Teresa sendiri menyukai romans. Ayahnya mengajarkan kepadanya untuk tidak berbohong, sementara ibunya memintanya untuk tidak bercerita kepada ayahnya. Teresa mengatakan bahwa dirinya khawatir bahwa apapun yang dilakukannya pasti salah.
Ketika dia berumur 5 tahun dia meyakinkan kakak laki-lakinya bahwa mereka mesti "pergi ke tanah orang Moor di Afrika Utara, dan memohon mereka atas dasar kasih kepada Allah, untuk memancung kepala mereka berdua." Sekitar tahun 1524 sang gadis muda dan kakak laki-lakinya secara diam-diam meninggalkan rumah mereka di Avila untuk berkelana ke tanah-tanah Muslim di Afrika Utara untuk mempersembahkan diri mereka sebagai martir iman. Akan tetapi di atas jembatan di tepi kota mereka dicegat oleh seorang paman yang mengawal mereka kembali ke rumah keluarga besar mereka. Setelah kejadian ini dia menjalani hidup yang biasa-biasa saja walaupun dia yakin dirinya adalah seorang pendosa berat.
Sebagai seorang remaja dia hanya memperhatikan cowok-cowok dan pakaian-pakaian dan bersenda gurau dan memberontak, serupa seperti anak-anak lain seusianya pada jamannya. Ketika dia berusia 16 tahun ayahnya merasa bahwa dirinya lepas kontrol dan lantas mengirimkan ke biara. Pertama-tama dia membencinya, tetapi akhirnya pelan-pelan dia mulai menyukainya, sebagian karena kasihnya yang tumbuh kepada Allah, dan sebagian lagi karena kehidupan biara ternyata lebih lunak ketimbang dibawah asuhan ayahnya.
Ketika tiba saatnya untuk memilih antara kawin dan hidup membiara, dia mendapat kesulitan untuk mengambil keputusan. Dia telah menyaksikan perkawinan yang sulit yang membuat ibunya tertekan. Di lain pihak, jadi biarawati juga tampak tidak terlalu menyenangkan. Ketika dia akhirnya memilih menjadi biarawati, dia melakukannya karena semata-mata karena dia berpikir bahwa biara adalah satu-satunya tempat yang aman bagi pendosa seperti dirinya.
Sekali ditempatkan secara permanen di biara Karmelit, dia mulai belajar dan mempraktekan doa-doa mental, dimana dia mencoba sekuat-kuatnya untuk memelihara kehadiran Yesus dalam dirinya.."Imajinasiku begitu tumpul sehingga aku tidak mempunyai bakat untuk berimajinasi atau datang dengan pemikiran-pemikiran teologis yang hebat." Teresa berdoa dengan cara ini selama 18 tahun tanpa dapat merasakan bahwa dia mendapatkan suatu hasil apapun. Salah satu alasan kesulitan yang dihadapinya adalah karena biara ternyata bukan tempat aman seperti yang diasumsikan olehnya.
Banyak wanita yang tidak tahu ingin melakukan apa dalam hidupnya mencoba hidup membiara, entah mereka mendapat panggilan atau tidak. Mereka didorong untuk tinggal jauh dari biara selama kurun waktu yang lama untuk menghemat biaya. Banyak biarawati mengatur kerudungnya secara menarik dan mengenakan perhiasan. Prestise tergantung bukan pada kesalehan, tetapi pada uang. Banyak orang yang terus menerus berkunjung di ruang tamu dan pesta-pesta yang menyertakan para pemuda. Kalaupun ada kehidupan spiritual maka itu menyangkut histeria, menangis, penitensi yang berlebihan, hidung yang berdarah dan penglihatan yang dibuat-buat.
Teresa memiliki problem yang sama seperti yang dialami St.Franciscus dari Asisi. Dirinya terlalu menarik. Semua orang menyenanginya dan dia sendiri suka untuk disenangi oleh banyak orang. Dia mendapati bahwa sangat mudah untuk tergelincir dalam kehidupan duniawi dan mengabaikan Allah. Biara dimana dia tinggal mendorong dirinya untuk memiliki pengunjung yang diajarkannya tentang doa batin, karena karunia-karunia ini juga membantu perekonomian biara. Tetapi Teresa lebih terlibat dalam sanjungan yang berlebihan, kesombongan, dan gosip ketimbang bimbingan spiritual. Mungkin ini bukan dosa berat, tetapi ini membuatnya terpisah dari Allah.
Lalu Teresa jatuh sakit karena Malaria. Ketika dia menderita kejang-kejang, orang-orang begitu yakin bahwa dia telah wafat sehingga ketika dia bangkit empat hari sesudahnya, dia menemukan bahwa orang-orang telah menggali liang kubur bagi dirinya. Setelah itu dia menjadi lumpuh selama tiga tahun berikutnya dan tidak pernah sehat sepenuhnya. Meskipun demikian penyakitnya tidak membuatnya lebih baik secara spiritual, dan malahan menjadi alibi untuk berhenti berdoa sama sekali. Nantinya dia berkata, "Doa adalah perbuatan kasih, tidak perlu kata-kata."
Selama bertahun-tahun dia nyaris tidak berdoa sama sekali dengan berpura-pura rendah hati. Dia berpikir bahwa dia adalah seorang pendosa dan tidak layak menerima rahmat dari Tuhan. Tetapi menjauh dari doa sama seperti "seorang bayi yang menjauh dari susu ibunya, apa yang bisa diharapkan selain kematian?"
Ketika dia berusia 41 tahun, seorang imam meyakinkan dirinya untuk kembali berdoa, meskipun dia masih mendapat kesulitan. "Aku lebih ingin supaya jam doa segera berakhir ketimbang untuk berada disana. Aku tidak tahu penitensi berat macam apa yang aku tidak jalani dengan senang hati selain daripada mempraktekan berdoa." Dia juga sering terganggu perhatiannya: "Intelektual ini begitu liar sehingga tampak tidak berbeda seperti seorang gila yang mengamuk yang tidak bisa dikendalikan oleh siapapun." Teresa bersimpati kepada mereka yang mendapat kesulitan untuk berdoa. "Segala cobaan yang kita alami tidak bisa dibandingkan dengan pertempuran batin ini."
Meski demikian pengalamannya memberikan kita penjelasan yang indah tentang doa batin. "Bagiku doa batin tidak lain adalah sharing yang akrab diantara teman-teman; artinya sering menyediakan waktu untuk sendirian bersama-Nya yang kita tahu mengasihi kita. Yang penting jangan banyak berpikir tetapi banyak mengasihi dan demikian lakukan apa-apa yang membuat anda tergugah untuk mengasihi. Kasih bukanlah rasa senang yang sangat, melainkan keinginan untuk menyenangkan Allah dalam segala hal."
Setelah dia mulai kembali berdoa, Allah memberinya kegembiraan spiritual: doa tenang dimana kehadiran Allah memenuhi panca inderanya, dan mengangkatnya dimana Allah memenuhinya dengan kemuliaan dalam kebodohan, kesatuan doa dimana dia merasa matahari Allah melelehkan dirinya. Kadang seluruh tubuhnya terangkat dari tanah. Jika dia merasa bahwa Allah akan mengambangkan tubuhnya, dia meregangkan tubuhnya dan memanggil para biarawati untuk duduk diatas tubuhnya untuk menjaganya supaya tetap diatas tanah. Bukannya menjadi senang karena kejadian-kejadian ini, dia malahan "memohon Allah dengan sangat untuk tidak memberiku karunia-karunia ini dihadapan umum."
Dalam buku-bukunya, dia menganalisa pengalaman-pengalaman mistis seperti layaknya seorang ilmuwan. Dia tidak melihatnya sebagai karunia-karunia hadiah dari Allah tetapi sebagai cara Allah "memurnikan" dirinya. Makin besar kasih yang dirasakannya, makin sulit untuk menyakitkan Allah. Dia berkata, "Kenangan akan karunia yang telah Allah berikan lebih membawa seseorang kembali kepada Allah ketimbang segala hukuman abadi yang dibayangkan."
Kesalahannya terbesar adalah persahabatannya dengan orang-orang. Meskipun dia tidak berdosa karenanya, dia bergitu terikat dengan kawan-kawannya sampai Allah mengatakan kepadanya "Aku tidak lagi ingin engkau untuk berbicara dengan sesama manusia melainkan dengan para malaikat." Dalam sekejam Dia telah memberikannya kebebasan yang selama ini tidak didapatnya meski dia berusaha selama bertahun-tahun. Setelah kejadian itu Allah selalu yang pertama dalam hidupnya.
Akan tetapi beberapa kawannya tidak menyukai apa yang terjadi dengannya dan berembuk bersama untuk "menyembuhkan" dirinya. Mereka berkesimpulan bahwa dia telah dipengaruhi iblis dan mengirimkan seorang imam Yesuit untuk memeriksanya. Sang Yesuit meyakinkan Teresa bahwa pengalaman-pengalamannya berasal dari Allah, akan tetapi segera semua orang mengetahui tentangnya dan mengolok-olok Teresa.
Seorang pembimbing spiritual begitu yakin penglihatan yang dialami Teresa berasal dari iblis sehingga dia mengatakan kepada Teresa untuk melakukan gerakan menghina setiap kali dia mendapat penglihatan Yesus. Dia menunduk takut tetapi melakukan apa yang diperintahkan sang pembimbing spiritual, dan selama itu selalu minta maaf kepada Yesus. Untungnya, Yesus tampaknya tidak marah dan malahan mengatakan kepadanya bahwa memang dia seharusnya patuh pada pembimbing spiritualnya. Dalam buku autobiografinya dia mengatakan, "Aku lebih takut kepada orang-orang yang takut kepada iblis, ketimbang terhadap sang iblis sendiri." Tidak perlu takut kepada iblis tetapi lawanlah dengan lebih banyak berbicara tentang Tuhan.
Teresa merasa bahwa bukti terkuat bahwa kesukacitannya berasal dari Allah adalah pengalaman-pengalaman yang membawanya pada kedamaian, inspirasi, dan dorongan kekuatan. "Kalau hal-hal ini tidak ada aku akan sangat meragukan bahwa pengangkatan itu berasal dari Allah."
Akan tetapi, kadang dia tidak dapat menahan dirinya untuk mengeluh kepada Kawan terdekatnya seputar rasa permusuhan dan gosip yang mengelilingi dirinya. Ketika Yesus mengatakan kepadanya, "Teresa, demikianlah Aku memperlakukan teman-teman-Ku" Teresa menjawab, "Tidak herang Engkau hanya memiliki segelintir teman." Tetapi karena Kristus hanya memiliki sedikit teman, dia merasa teman-teman ini adalah orang-orang yang baik. Dan itulah mengapa dia berkeputusan untuk mereformasi tarekat Karmelit.
Pada usia 43 tahun, dia membulatkan tekad untuk mendirikan biara yang baru yang kembali kepada dasar-dasar dari tarekat yang kontemplatif: hidup sederhanya dalam kemiskinan yang didedikasikan untuk doa. Ini rasanya bukan suatu hal yang besar bukan?
Ketika rencana-rencananya tentang biaranya yang pertama, St.Yusuf, bocor, diapun diserang dari atas mimbar dan disuruh oleh para biarawati-biarawati lain supaya dia mengumpulkan dana bagi biara di tempatnya sekarang, dan diancam dengan inkuisisi. Kota itupun menempuh jalur hukum untuk melawannya. Ini semua karena dia menginginkan hidup sederhana untuk doa. Di tengah-tengah kancah pertentangan ini dia terus jalan dengan tenang seolah-olah tidak ada masalah, mempercayakan segalanya pada Allah.
"Semoga Allah melindungiku dari orang-orang kudus yang suram, " Teresa berkata, dan demikianlah cara dia mengurus biaranya. Baginya, kehidupan spritual adalah sikap kasih, bukan suatu aturan. Meskipun dia berkaul miskin, dia percaya pada kerja, bukan mengemis. Dia percaya pada kepatuhan pada Allah lebih daripada perbuatan silih. Jika engkau melakukan suatu kesalahan, jangan menghukum dirimu sendiri, tetapi berubahlah. Ketika seseorang merasa depresi, nasihatnya adalah supaya orang itu pergi ke suatu tempat dimana dia bisa melihat langit dan berjalan. Ketika seseorang terkejut melihat bahwa Teresa makan kenyang, dia menjawab, "Ada saatnya untuk berpesta ada saatnya untuk berbuat silih." Ketika kakaknya mengatakan dia akan bermeditasi tentang neraka, Teresa menjawab, "Jangan."
Setelah dia mendapat biaranya sendiri, dia masih belum terlepas dari kesulitan. Di St.Yusuf, dia menghabiskan banyak waktunya menuliskan "Kehidupan"-nya. Dia menulis buku ini bukan untuk main-main tetapi karena dia diperintahkan. Banyak orang mempertanyakan pengalamannya dan buku ini entah akan membersihkan namanya atau membuatnya dikecam. Karena inilah dia menggunakan samaran dalam bukunya dan menyatakan pemikiran yang menonjol dengan pernyataan ini, "Tetapi apakah yang aku ketahui. Aku hanyalah seorang wanita yang malang." Pihak inkuisisi menyukai apa yang mereka baca dan membersihkan namanya.
Pada usia 51 tahun, dia merasa sudah saatnya menyebarluaskan gerakan reformasinya. Diapun pergi ke tempat-tempat dimana matahari bersinar terik, dipenuhi es dan salju, para penyamun, dan penginapan yang penuh dengan tikus-tikus, untuk mendirikan banyak biara-biara. Tetapi tantangan-tantangan itu terhitung mudah jika dibandingkan dengan apa yang dihadapinya dari para bruder dan biarawati. Dia dikatakan sebagai "tukang keluyuran
pemberontak yang tidak bisa diam yang pergi mengajar seolah-olah dirinya adalah seorang profesor" oleh seorang nuncio (duta) Sri Paus. Ketika biara dimana dia tinggal sebelumnya mengangkatnya sebagai pemimpin biara, pemimpin tarekat Karmelit meng-ekskomunikasi para biarawati tersebut. Seorang vikarius jendral menempatkan seorang petugas hukum di luar pintu biara untuk mencegahnya masuk ke biara. Sementara itu para pemimpin tarekat-tarekat religius lainnya juga menentangnya kemanapun dia pergi. Tidak jarang dia harus memasuki suatu kota secara rahasia di tengah malam untuk mencegah terjadinya huru-hara.
Dan bantuan yang diterima Teresa dan para biarawatinya kadang lebih buruk daripada permusuhan yang dihadapi. Seorang puteri memerintahkan Teresa untuk mendirikan suatu biara dan lalu muncul di depan pintu dengan sejumlah koper dan pembantu-pembantu. Ketika Teresa menolak untuk menyuruh para biarawatinya untuk menunggu sang puteri sambil berlutut, sang puteripun melaporkan Teresa ke badan inkuisisi.
Di kota lainnnya, mereka tiba di rumah mereka yang baru di tengah malam, dan ketika fajar menyingsing mereka menemukan bahwa salah satu dinding rumahnya tidak ada.
Mengapa semua orang begitu marah? Teresa berkata, "Sesungguhnya tampak bahwa sekarang tidak ada lagi orang yang disebut gila karena menjadi pengasih Kristus yang sejati." Tidak seorangpun diantara kaum religius mau mendengar Teresa mengingatkan mereka cara seperti yang diminta Allah untuk mereka jalankan dalam hidupnya.
Teresa melihat segala kesulitan ini sebagai suatu publisitas. Segera dia mendapatkan sejumlah postulan (calon biarawati) yang ingin masuk biara reformasi yang dipimpinnya. Banyak orang memikirkan apa yang dikatakan oleh Teresa dan ingin belajar berdoa dari dirinya. Tidak lama kemudian idenya tentang doa menyebar tidak hanya ke seluruh wilayah Spanyol, tetapi seluruh Eropa.
pada tahun 1582, dia diundang untuk mendirikan suatu biara oleh seorang Uskup Agung tetapi ketika dia tiba di tengah-tengah hujan lebat, sang Uskup memerintahkan dia untuk pergi. "Dan cuacanya juga bagus, " begitulah komentar Teresa. Meskipun sakit keras, dia diperintahkan untuk merawat seorang wanita bangsawan yang akan melahirkan. Ketika mereka sampai disana, sang bayi sudah lahir, maka Teresa berkata, "Akhirnya toh orang kudus tidak diperlukan." Karena terlalu parah sakitnya, dia wafat tanggal 4 Oktober pada usia 67 tahun.
Dia adalah pendiri tarekat OCD, tarekat Karmelit yang sudah direformasi (OCD = Order of Carmelite Discalced, Tarekat Karmelit Tanpa Alas Kaki). Pada tahun 1970 Sri Paus memproklamasikan Teresa sebagai Pujangga Gereja karena tulisan-tulisannya dan ajarannya tentang doa. Dia adalah satu diantara dua wanita yang dihargai karena alasan ini.
Santa Teresa dari Avila adalah pelindung orang-orang yang menderita sakit kepala. Lambangnya adalah sebuah hati dan sebuah panah dan sebuah buku.
Santa Teresa dari Avila, doakanlah kami...
Categories: