Dominus Vobiscum

Pujangga Gereja Pesta: 1 Oktober

Selama 18 bulan terakhir dari penyakit yang dideritanya (April 1896 - wafatnya Oktober 1897), sewaktu dia menjelang ajalnya akibat serangan TBC, Therese (atau Teresa) biarawati Karmelit yang masih muda dari biara di Lisieux, mencoba tetap berkorespondensi dengan sejumlah orang-orang yang dikaguminya selama beberapa tahun pertama masa pengabdiannya di tarekat religius wanita yang paling ketat itu. Seringkali dia tidak dapat memegang pen karena penderitaannya, akan tetapi dia masih dapat melanjutkan karya refleksi autobiografinya dan juga menulis beberapa suratnya yang sangat menyentuh. Salah satu surat tersebut mungkin bisa menjadi indikator mengapa biarawati yang masih muda ini, meskipun tidak memiliki pendidikan teologis secara formal, diangkat menjadi Pujangga Gereja seratus tahun setelah wafatnya, oleh Sri Paus Yohanes Paulus II. Dalam suratnya kepada "saudara" spiritualnya, yaitu imam-misionaris Adolphe Roulland, pada tanggal 19 Maret 1897 (surat nomor 191), dia mengulangi kalimat yang digunakan oleh Pujangga Karmelit lainnya, Yohanes dari Salib: "Yang terkecil dari kasih murni (penekanannya sendiri) adalah lebih berguna bagi Gereja ketimbang segala pekerjaan yang pernah dilakukan....Aku ingin menyelamatkan jiwa-jiwa dan melupakan diriku sendiri bagi mereka. Aku ingin menyelamatkan mereka meskipun setelah aku wafat, maka aku akan berbahagia jika ...anda boleh katakan begini: "Ya Allahku, ijinkanlah saudariku ini pergi untuk membuat supaya Engkau dikasihi."" Therese Lisieux adalah Pujangga Kasih Murni.
Paradoks dari kekudusan jarang sekali tergambarkan seperti dalam kasus sang biarawati muda yang pemalu namun sangat percaya, yang mendedikasikan seluruh hidupnya bagi Allah. Therese yang kontemplatif menjadi Therese sang pelindung misionaris. Therese si bunga kecil yang tulisan-tulisannya diubah oleh saudarinya sendiri, Sr.Agnes, supaya sesuai dengan standar tulisan abad ke-19, dinyatakan dalam tulisan-tulisannya yang masih asli, sebagai sesosok figur yang jauh lebih kuat dan mendalam. Therese gadis sederhana yang tidak pernah mengecap pendidikan teologis menjadi Therese sang Pujangga Gereja. Therese masih terus membawa dampak yang besar bagi Gereja Katolik di abad ke-20 lewat tulisan-tulisannya. Ketika Yohanes Paulus II mengangkatnya sebagai doctor ecclesiae, sebuah babak yang baru dimulai dalam sejarah panjang dari para doctores ecclesiae.

Marie-Francoise Therese Martin dilahirkan pada tanggal 2 Januari 1873 di kota Alencon, Normandy, Perancis. Dia adalah anak bungsu dari
sembilan bersaudara anak-anak pasangan Louis Martin dan Zelie Guerin, yang keduanya pernah mempertimbangkan untuk bergabung dengan komunitas religius sebelum mereka menikah. Semua anak-anak mereka yang hidup hingga dewasa, nantinya bergabung dengan berbagai komunitas religius. Dalam autobiografi spiritualnya "Story of a Soul", dimana Therese menulis hingga akhir hayatnya, dia memberikan gambaran tingkatan pertumbuhan spiritualnya dalam keluarga Katolik yang taat ini. Dia dibentuk dalam lingkungan dimana kisah hidup orang-orang kudus adalah model dasar pendidikan dan sumber hiburan, dan tidak ada alasan untuk meragukan klaim yang dibuatnya bahwa dia telah mendedikasikan hidupnya untuk suatu kehidupan religius sejak ia masih sangat kecil. "Sejak umur tiga tahun, aku mulai tidak menolak apapun yang Tuhan minta dariku, " demikian tulisnya. Bagian pertama dari hidupnya berakhir ketika ibunya wafat ketika ia berumur empat tahun dan dia memilih kakak perempuannya Pauline sebagai "ibunya yang kedua". (Nantinya Pauline akan menjadi ibu kepala biara di komunitasnya di Lisieux, dimana dia membantu mempercepat kanonisasi Therese). Bagian kedua hidupnya adalah periode yang penuh kesulitan bagi gadis kecil yang sensitif ini, "cobaan musim dingin dari bunga kecil". Pada natal tahun 1886, Therese mengalami pertobatan yang mencetuskan bagian ketiga dari hidupnya. "Aku menerima rahmat untuk meninggalkan masa kecilku, " demikian tulisnya, "singkatnya, rahmat pertobatan...pada malam itu, terang memulai bagian ketiga dari hidupku, bagian yang paling indah dan paling dipenuhi oleh rahmat dari surga" (Story of a Soul, pasal 5). Dari sejak itu, keinginan Therese yang terbesar adalah untuk mengikuti jejak kakaknya yang menjadi biarawati.
Pada bulan November 1887, Therese, dan kakak perempuannya Celine, dan ayahnya pergi berziarah ke Italia dimana mereka diterima dalam suatu audiensi dengan Sri Paus Leo XIII. Therese mencium kaki Sri Paus dan sempat menimbulkan kegemparan dengan permintaannya supaya Sri Paus mengijinkan dirinya untuk bergabung dengan tarekat Karmelit pada usia 15 tahun, dibawah batas umur yang diijinkan. Sri Paus berusaha untuk menasihati bahwa segala hal akan terjadi yang terbaik bagi dirinya jika dia mau menunggu, akan tetapi Therese berkeras hati dan terpaksa harus digotong oleh dua pengawal Sri Paus tanpa dia menerima jawaban yang jelas dari Sri Paus.
Akhirnya, pada tanggal 9 April 1888, Therese Martin diterima masuk ke biara Karmel di Lisieux sebagai seorang postulan. Dia akan menghabiskan sisa hidupnya yang kurang dari 10 tahun, dalam biara tersebut. Pada bulan Januari 1889 dia menjadi seorang novis, dan akhirnya tanggal 8 September 1890, dia melakukan profesi penuh sebagai angga komunitas Karmelit, dan mengambil nama Sr. Therese dari Kanak-kanak Yesus dan Wajah Suci. Pada tahun 1894, ayahnya yang dikasihinya wafat setelah menderita sakit keras dan kakak perempuannya Pauline yang sekarang telah menjadi ibu kepala biara, Mother Agnes, menyuruhnya untuk menuliskan memori masa kecilnya. Inilah awal mula manuskrip yang nantinya dikenal sebagai buku "Story of a Soul". Tulisan ini terdiri dari tiga manuskrip yang terpisah. Delapan
pasal dari manuskrip A ditulis antara Desember 1894 dan Januari 1896, atas perintah Mother Agnes. Manuskrip B (pasal 9) menyangkut panggilan kasih, ditulis di bulan September 1896 dan dialamatkan kepada Yesus. Akhirnya, manuskrip C (pasal 10-11), ditujukan kepada Mother Marie de Gonzague, ditulis pada bulan Juni 1897 dan menjelaskan hari-hari terakhirnya dan pengalaman "malam kegelapan" yang dimulai pada 5 April tahun sebelumnya dan terus berlangsung hingga wafatnya. Pada percobaan yang dialaminya ini, Therese kehilangan rasa kehadiran Allah dan dia tinggal di tengah-tengah kegelapan dimana segala rasa sukacita meningalkannya. Pasal-pasal terakhir dari Story of a Soul ini merupakan inti dari pesan-pesan Therese.
Therese dari Lisieux, lebih daripada dua pujangga wanita lainnya yang dideklarasikan tahun 1970, mewakili suatu model yang baru dari gelar doctor ecclesiae yang memiliki sejarah yang panjang dan masih terus berevolusi. Bukan karena Therese adalah seorang wanita, tetapi karena bentuk pengajarannya memupuskan kategori status doktoral yang tradisional lebih daripada Santa Teresa Avila dan Santa Catherine dari Sienna. Kebijaksanaan yang begitu mendalam dari tulisan-tulisan sang biarawati Karmelit merupakan narasumber penting bagi Gereja Katolik dalam kurun waktu seabad terakhir. Teolog Katolik dari Swiss yang terkenal, Hans Urs von Valthasar menjelaskanya dengan gamblang ketika dia mengatakan, "Dia (Therese) menembus segala lapisan trivialitas dan kepura-puraan, kepada kebenaran Injil yang sederhana dan gamblang." Semua doctores ecclesiae tentunya juga mencari kebenaran Injil, meskipun mereka melakukannya dalam format dan model sesuai dengan tututan jaman masa hidup mereka. Kekhasan ekspresi Therese akan Injil, pada intinya sesuai dengan makna mendasar dari ke-Kristen-an dan pada saat yang sama sifatnya kontemporer dalam hal kesederhanaan dan keterus-terangannya.
Esensi dari ajaran-ajaran Therese adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada kasih Allah, suatu penyerahan yang pada gilirannya membentuk dasar suatu hidup yang didedikasikan bagi penyebaran pesan-pesan kasih Allah bagi orang-orang lain lewat semangat misionaris dan kasih, entah melalui pewartaan fisik dari Injil, atau lewat doa-doa dan dukungan pribadi terhadap para misionaris. Therese mengungkapkan ajarannya sebagai "cara-cara kecil" yang bahkan cocok untuk anak-anak. Seperti ditulisnya dalam pasal 10: "Allah tidak dapat menginspirasikan keinginan yang tidak realistis. Karena itu, aku dapat, betapapun kecilnya aku, berhasrat untuk menjadi suci. Mustahil kiranya bagiku untuk tumbuh, dan maka aku harus menerima diriku sendiri dengan segala kekuranganku. Tetapi aku ingin mancari jalan untuk pergi ke surga dengan cara-cara yang kecil, cara yang langsung, singkat, dan sama sekali baru."
Gambaran "rasa kecil" yang digunakannya di sepanjang tulisannya - bunga kecil, burung kecil, dan semacamnya, mungkin tampak sentimentil bagi sementara orang, tetapi hal ini harus dimengerti lewat ayat Injil, "Sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti
anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Mat 18:3). Cara Kecil-nya Therese tidak dikarakterisasi oleh kekerdilan rasa takut, melainkan kebesaran kasih: "Untuk memenuhi Keadilan Ilahi," dia menulis, "diperlukan kurban yang sempurna, tetapi hukum Kasih telah mengalahkan hukum rasa takut, dan Kasih telah memilih aku sebagai kurban persembahan, aku, mahluk yang lemah dan tidak sempurna." (pasal 9). Karena Therese menyangkal dirinya sendiri sepenuhnya bagi perannya sebagai kurban, terutama ditengah-tengah penderitaan fisik dan kesepian batin bulan-bulan terakhir hidupnya, dia tahu bahwa Allah akan menggunakan kisahnya untuk menyebarluaskan pesan-pesan-Nya kepada dunia. Dalam "Story of a Soul" dia berseru, "Oh! Meskipun aku kecil, aku ingin menerangi jiwa-jiwa seperti yang dilakukan oleh para nabi dan pujangga Gereja. Aku mempunyai panggilan sebagai seorang rasul." Karena dia telah menemukan bahwa "PANGGILANKU ADALAH KASIH" (dikapitalisasi olehnya sendiri), segala panggilan adalah miliknya, dalam satu atau lain cara. Selama bulan-bulan terakhirnya keinginannya untuk menjadi misionaris, bahkan seorang doktor, menjadi suatu keyakinan diri sebagaimana dia menyerahkan dirinya sendiri sepenuhnya kepada Allah. Diantara percakapannya dalam bulan-bulan terakhir hidupnya, berikut ini tercatat pada tanggal 17 Juli 1897: "Aku merasa bahwa misiku baru akan dimulai, misiku untuk membuat orang-orang lain mengasihi Allah seperti aku mengasihi-Nya, misiku untuk mengajarkan jiwa-jiwa tentang Cara-cara Kecilku. Jika Allah menjawab permintaanku, waktuku di surga akan dihabiskan di dunia ini hingga akhir dunia. Ya, aku ingin menjalani surgaku di atas bumi dengan melakukan kebaikan."
Akhirnya, kita dapat mencatat satu lagi karakteristik ajaran Therese yang membuatnya tidak umum diantara para pujangga Gereja, yaitu tiadanya perdebatan polemik. Para pujangga Gereja sebelum-sebelumnya selalu memperhatikan pengajaran yang benar dan ortodoks, dan Therese juga tidak terkecuali. Akan tetapi, tidak seperti nyaris semua pujangga-pujangga pendahulunya, tulisan-tulisan Therese sama sekali tidak mengandung kontroversi dan serangan terhadap ajaran yang heterodoks. Therese dari Lisieux berkarya di luar lingkup ini. Menyebarkan pesan-pesan kasih adalah begitu penting baginya sehingga dia tidak punya waktu untuk mengurusi hal-hal lainnya.
Santa Teresa dari Kanak-kanak Yesus (St. Therese Lisieux) adalah salah satu Santa yang paling populer dan disukai oleh banyak orang sepanjang abad ke-20. St. Teresa dikanonisasi pada tanggal 17 Mei 1925. Sri Paus Yohanes Paulus II memproklamasikannya sebagai Pujangga Gereja, wanita ketiga yang mendapat gelar kehormatan ini, pada tanggal 20 Oktober 1997 dalam suratnya yang berjudul "Divini amoris scientia". St.Teresa dari Kanak-kanak Yesus diperingati setiap tanggal 1 Oktober.
Santa Theresa Lisieux, doakanlah kami!

Categories:

Leave a Reply

Kalender Liturgi

Artikan situs ini (Translator)

Buku tamu


ShoutMix chat widget

Lokasi Tamu

Mari Berlangganan

GET UPDATE VIA EMAIL
Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke email anda!
Diciptakan berkat anugerah Allah kepada Tarsisius Angelotti Maria. Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Cari Blog Ini