Gereja Katolik mengajarkan bahwa pada saat konsekrasi dalam Misa Kudus, roti dan anggur di altar sungguh menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Hakekat roti dan anggur berakhir, meski pun wujud, rasa, atau sifat-sifat roti dan anggurnya masih tetap sama. Perubahan yang mengagumkan ini dikenal dengan istilah trans-substantio (perubahan substansi atau hakikat).
Hosti yang sudah dikonsekrasikan dan Darah Mulia dalam rupa anggur diberi penghormatan yang dikhususkan hanya bagi Allah, karena, sungguh, Tubuh dan Darah itu adalah Allah Yang Mahakuasa sendiri. Bentuk penghormatan tertinggi ini dikenal dengan sebutan latria. Pendapat bahwa roti dan anggur hanya tanda kehadiran Kristus, atau bahwa Kristus diterima hanya secara spiritual, dikutuk oleh Konsili Trente (Sessi XIII, kanon 1, 6, 8, 11 Oktober 1551).
Baik roti maupun anggur menjadi Yesus Kristus yang utuh, Tubuh, Darah, Jiwa, dan Keilahian-Nya. Maka orang yang menerima Komuni dalam salah satu rupa, menerima Kristus secara utuh dan seluruhnya. Dan, partikel Hosti Kudus atau tetes "anggur" yang terkecil pun adalah Kristus. Tetapi Kristus tidak terbagi. Ia tetap satu.
Tuhan kita hadir selama rupa roti dan anggur masih ada. Kalau Hosti Kudus dicerna atau dilarutkan dalam air, dan tidak lagi memiliki wujud roti, ia bukan lagi Yesus. Jadi, Tuhan kita hadir dalam diri orang yang menyambut Komuni selama kira-kira 15 menit, dan orang harus menyembah Dia dalam dirinya selama Ia hadir secara sakramental. Kisah terkenal diceritakan tentang St. Filipus Neri. Ketika memimpin Perayaan Ekaristi, orang kudus ini melihat seorang perempuan yang telah menerima Komuni Kudus meninggalkan gereja langsung sesudah Misa tanpa memerhatikan Kristus yang ada dalam dirinya. Orang kudus itu mengutus dua orang putra altar dengan lilin bernyala untuk mendampingi dia, karena ia masih menjadi tabernakel hidup bagi Allah Yang Maha Kudus.
Memang benar bahwa Allah hadir dimana-mana sebagai Pencipta dan Penopang segala sesuatu. Ia juga hadir lewat rahmat pengudus dalam jiwa-jiwa yang ada dalam keadaan berahmat, kehadiran ini adalah kehadiran spiritual. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi - dengan Tubuh, Darah, Jiwa, dan keallahan-Nya - sungguh-sungguh unik, dan biasa disebut Kehadiran Nyata.
Untuk menerima Komuni dengan pantas, orang harus dalam keadaan berahmat, yakni bebas dari dosa berat yang belum dilakukan dan diampuni dalam Sakramen Rekonsiliasi. Menyambut Komuni dalam keadaan berdosa berat adalah dosa berat yang biasa disebut sakrilegi. Seorang yang telah melakukan dosa berat harus pertama-tama membersihkan jiwanya dalam Sakramen Rekonsiliasi sebelum menerima Komuni Kudus. St. Paulus menyatakan (1 Kor. 11:29) bahwa barangsiapa menerima Ekaristi secara tidak pantas, ia makan dan minum hukumannya sendiri. (Dosa sakrilegi karena Komuni dalam keadaan berdosa berat tentu saja dapat diampuni dalam Sakramen Rekonsiliasi).
Selain dalam keadaan berahmat, penyambut Komuni harus juga memiliki intensi yang tepat dan melaksanakan puasa Ekaristi yang dituntut. Peraturan sekarang adalah berpuasa dari semua makanan dan minuman (kecuali air putih dan obat) selama satu jam sebelum saat penerimaan Komuni. Puasa yang lebih lama, misalnya tiga jam atau mulai tengah mala, merupakan persiapan yang sangat baik.
Orang Katolik yang serius juga akan berusaha memurnikan jiwanya dari dosa-dosa ringan untuk menyediakan tempat kediaman yang lebih pantas bagi Tuhan dalam hatinya. Persiapan langsung yang terbaik untuk Komuni adalah mengikuti Misa dengan khusyuk.
Orang Katolik harus menerima Komuni sekurang-kurangnya sekali setahun dalam Masa Paskah.
Dampak khusus menerima Sakramen Ekaristi adalah persekutuan antara penyambut dan Yesus Kristus (juga dengan anggota Tubuh Mistik Kristus yang lain), penyegaran spiritual bagi jiwa, pelestarian dan peningkatan rahmat pengudus yang supra-alami (bdk. makanan jasmaniah untuk tubuh kita), jaminan kebahagiaan surgawi dan kebangkitan badan.
Dengan menerima Komuni Kudus, seorang Katolik mematuhi perintah Tuhan untuk makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya. Ia melaksanakan tindakan yang paling berkenan di hati Allah, yang rindu datang ke dalam hatinya. Dan dari pihak penyambut, keinginannya untuk menerima Tuhan semakin meningkat. Setiap penerimaan Komuni Kudus meningkatkan rahmat pengudus dalam jiwa penyambut, peningkatan ini terjadi setaraf dengan keterbukaan hati penyambut bagi Tuhan dengan menghampakan jiwanya dari dosa dan keinginan-keinginan duniawi, dan sesuai dengan disposisinya dalam persiapan, penerimaan, dan syukur.
Rahmat pengudus adalah kehidupan Kristus sendiri dalam jiwa kita, suatu kenyataan spiritual yang sulit dilukiskan, dapat dibayangkan sebagai air jernih atau terang. Rahmat pengudus membuat jiwa kita kudus dan berkenan di hati Allah, rahmat pengudus memberi jiwa kita keindahan supra-alami yang melampaui keindahan alam yang paling indah. Orang harus berada dalam keadaan berahmat pengudus pada saat meninggal supaya ia diselamatkan. Setiap kunjungan kepada Yesus Kristus dalam Ekaristi adalah suatu jaminan hidup abadi bagi mereka yang tetap hidup dalam rahmat Allah dengan menaati perintah-perintah-Nya. Dalam Komuni Kudus, Tuhan kita memberikan rahmat yang memampukan kita mematuhi perintah-perintah-Nya. Telah lama Gereja mendesak umat supaya sering menyambut Komuni sebagai sarana untuk mengalahkan dosa, termasuk dosa yang biasa atau hampir selalu dilakukan, khususnya dosa melawan kemurnian. Dengan sering menyambut Komuni Kudus secara khusyuk, orang terus-menerus memperbaharui arah hidupnya kepada Yesus Kristus. Ini merupakan latihan rohani yang paling mujarab, melemahkan nafsu-nafsu indrawi dan duniawi dalam jiwanya, dan meningkatkan perhatian kepada perkara-perkara Allah, dan dengan demikian menyiapkan jiwa untuk menimba banyak manfaat spiritual dari Komuni Kudus. St. Yohannes Bosko, si "Sahabat Kaum Muda" dan penakluk anak-anak bandel sering berbicara tentang tiga "sumber" kekuatan untuk kehidupan spiritual: Pengakuan, Komuni Kudus, dan Devosi kepada Santa Perawan Maria.
Sejak masa awal sekali Gereja telah menghormati "roti" dan "anggur" Ekaristi sebagai Tubuh dan Darah Kristus, karena inilah ajaran Kristus sendiri. Tuhan kita tahu bahwa untuk menerima ajaranini dituntut iman yang mendalam. Maka Ia pertama-tama menyiapkan para pengikut-Nya dengan mukjizat penggandaan roti dan ikan (Mat. 14:15-21). Kemudian Ia menubuatkan bahwa Ia akan memberikan daging dan darah-Nya sendiri sebagai makan dan minuman. Inilah saat titik balik bagi banyak pengikut-Nya. "Mendengar itu, banyak dari murid-murid-Nya berkata, "Kata-kata ini keras, siapa tahan mendengarnya?"...Sejak saat itu banyak dari murid-murid-Nya mengundurkan diri, dan tidak lagi mengikut Dia" (Yoh 6:61-67). Mereka ini tidak salah memahami Yesus, mereka hanya tidak dapat menerima apa yang Ia katakan. Tetapi Tuhan kita tidak memberikan penjelasan untuk melunakkan kata-kata-Nya atau memberi mereka makna simbolik. Sebaliknya, kemudian Yesus berkata kepada keduabelas murid-Nya, "Apakah kamu juga akan pergi?" (Yoh 6:68).
Penetapan Ekaristi Kudus terjadi sesudah Perjamuan Terakhir. Beginilah dilukiskan oleh St. Matius, "Sementara mereka makan, Yesus mengambil roti, memberkati, dan memecah-mecahkannya, lalu memberikan kepada murid-murid-Nya dan berkata, "Ambillah dan makanlah. Inilah Tubuhku." Dan sambil mengambil piala, Ia mengucap syukur dan memberikannya kepada mereka sambil berkata, "Minumlah kamu semua dari ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian baru, yang akan ditumpahkan bagi banyak orang demi penghapusan dosa-dosa." (Mat 26:26-28). Peristiwa penting ini juga dituturkan oleh St. Markus (Mrk 14:22-24), St. Lukas (Luk 22:17-20), dan St. Paulus (1 Kor 11:23-26). Kata-kata Tuhan ini dari dulu sampai sekarang diterima oleh seluruh Gereja Katolik dalam arti sebenarnya, dalam arti harafiah.
St. Ignatius dari Antiokhia (+ 170), yang adalah murid rasul St. Yohannes, menulis sebagai berikut sehubungan dengan sesatan-sesatan pada masa awal Gereja, "Mereka tidak lagi merayakan Ekaristi dan berdoa, sebab mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah tubuh Penyelamat kita Yesus Kristus." St. Efrem (+373) berkata, "Orang yang menghina atau menolak atau memperlakukan Ekaristi dengan tidak hormat, harus dianggap sebagai memperlakukan dengan tidak hormat Putera Allah sendiri, yang menyebutnya Tubuh-Nya dan sungguh membuatnya menjadi Tubuh-Nya." Dan St. Yustinus (+165) mengatakan,
"Kita menyebut makanan ini Ekaristi. Tak seorang pun boleh memakannya kalau ia tidak percaya akan kebenaran ajaran kami, yang belum dibersihkan lewat kelahiran kembali dan penghapusan dosa-dosa, dan yang hidupnya tidak selaras dengan perintah-perintah Yesus Kristus. Karena Ekaristi tidak kami makan sebagai makanan dan minuman biasa, dan karena sabda Allah, Yesus Kristus yang menjelma itu telah mengambil daging dan darah untuk menebus kami. Kami tahu juga bahwa makanan ini, yang seturut tata alam akan menjadi daging dan darah kami, dan yang telah dikuduskan dalam doa yang berisi kata-kata ilahi Yesus sendiri, adalah daging dan darah Yesus yang telah menjelma menjadi manusia."
Juga, orang-orang kudus dari beberapa abad kemudian, dengan setia dan jelas mengakui iman akan kehadiran nyata Yesus dalam Hosti yang sudah dikonsekrasikan. St. Fransiskus dari Assisi (1181-1226), dalam salah satu suratnya yang panjang, menulis bahwa " Semua yang ada dalam diri manusia hendaknya terpesona. Biarlah dunia bergetar dan langi bersukacita ketika Kristus, Putera Allah yang hidup, hadir di alatas lewat tangan-tangan imam." Tidak ada sesuatu yang lebih dihormati orang kudus ini daripada imamat, "sebab imamat memiliki keluhuran yang istimewa, yakni mengkonsekrasikan Tubuh dan Darah Kristus." St. Antonius dari Padua (1195-1231) mengukuhkan,
"Kita harus percaya teguh dan menyatakan secara terus-terang bahwa tubuh yang sama yang lahir dari Perawan Maria, yang tergantung di salib, yang terbaring dalam kubur, yang bangkit pada hari ketiga dan naik ke sisi kanan Bapa, telah diberikan kepada para rasul sebagai makanan, dan sekarang sungguh-sungguh dikonsekrasikan Gereja dan dibagikan kepada kaum beriman."
Pakar filsafat dan teologi kenamaan abad ke-13, St. Thomas Aquinas (1225-1274) disebut "Doktor Ekaristi", bukan hanya karena tulisan-tulisan teologisnya yang sangat inspiratif mengenai Ekaristi dalam "Summa Theologia"nya, tetapi juga karena Madah Ekaristi dan rumus Misa untuk Pesta Tubuh Kristus yang digubahnya. Oleh banyak orang, St. Thomas disamakan dengan Plato dan Aristoteles sebagai salah satu filsuf terbesar sepanjang zaman. Tentang Ekaristi, menjelang ajalnya, ia menyatakan,
"Di dunia ini, tidak ada ilmu tentang misteri yang lebih hebat daripada ilmu tentang iman. Dalam iman ini, saya tegaskan bahwa aku percaya akan kehadiran nyata Yesus Kristus dalam Sakramen Ekaristi, sungguh Allah dan sungguh manusia, Putera Allah, Putera Perawan Maria. Hal ini kupercaya dan kupegang sebagai kebenaran dan kepastian."
Orang kudus pertama kelahiran Amerika, St. Elisabet Anna Seton (1774-1821), ketika masih anggota Gereja Episkopalian, menghadiri Misa Kudus ketika berkunjung ke Italia. Ketika, pada saat pengangkatan Hosti waktu konsekrasi, teman Katoliknya berbisik, "Itulah tubuh Kristus." Anna Seton yang kemudian menjadi santa ini begitu terharu dan kemudian menulis kepada ipar perempuannya,
"Betapa bahagianya kita kalau kita percaya apa yang diimani jiwa-jiwa yang terkasih ini, yakni bahwa mereka memiliki Allah dalam Sakramen dan bahwa Allah tinggal dalam gereja-gereja mereka dan diantara kepada mereka kalau mereka sakit! Oh, saudaraku! Ketika mereka membawa Sakramen Maha Kudus lewat jendela kamar saya, tatkala saya sedang merasa sedih dan kesepian, saya tidak dapat menahan air mata waktu memikirkan, 'Allahku, betapa akan berbahagianya saya, meski begitu jauh dari semua yang saya kasihi, kalau saya dapat menemukan Engkau dalam gerejaku seperti mereka...' Pada hari lain, ketika saya mengalami kepedihan yang luar biasa, tanpa sadar, saya jatuh bertelut ketika Sakramen Maha Kudus lewat, dan saya berteriak histeris kepada Allah supaya Ia memberkati saya kalau Ia ada disana, supaya seluruh jiwaku hanya merindukan Dia."
Sesudah iman Elisabet semakin berkembang dan sesudah benar-benar bertobat, ia tampak tidak dapat menahan diri ketika ia berseru, "Allah ada dimana-mana, di setiap udara yang saya hirup, ya, dimana-mana, tetapi di dalam Sakramen Altar ini Ia sungguh-sungguh dan nyata-nyata hadir seperti jiwaku ada didalam tubuhku, dalam Kurban-Nya sehari-hari Ia dipersembahkan sama ssperti Ia dipersembahkan di salib."
Sakramen ini telah diberikan oleh Allah yang pengasih kepada manusia lewat kehadiran abadi-Nya di antara anak-anak-Nya. Di satu pihak, Sakramen ini disembah dengan penuh cinta oleh orang-orang kudus dan oleh kaum beriman anggota Gereja di segala abad, tetapi di lain pihak diragukan oleh banyak orang, diabaikan. Ada juga yang acuh tak acuh, atau yang menerimanya dengan tidak hormat, bahkan menghinanya. Karena alasan ini, dan karena alasan-alasan lain yang hanya diketahui oleh Allah, kadang-kadang dengan tepat, Tuhan menyatakan kehadiran-Nya lewat Mujizat Ekaristi yang luar biasa. Salah satu yang perlu disebut pertama adalah mukjizat yang dialami St. Siprianus, yang ditulisnya sekitar tahun 258,
"Kalau kamu tidak takut akan hukuman masa depan, sekurang-kurangnya takutlah akan hukuman-hukuman masa kini. Kini telah melihat betapa banyaknya pemurtad yang akhir hidupnya tidak bahagia! Yang satu menjadi bisu, yang lain kerasukan setan lalu bunuh diri. Yang lain lagi disiksa oleh penyakit kejang-kejang yang mengerikan. Ada jug yang terbelalak ketika tabernakel, dimana disimpan Tubuh Tuhan, dibuka dan mereka melihat nyala api menyembur keluar."
Mukjizat-mukjizat Ekaristi lain telah terjadi dalam berbagai bentuk. Dalam banyak kesempatan Hosti telah mengeluarkan darah, atau sebuh Hosti berubah menjadi daging segar dan "anggur" Ekaristi menjadi darah segar. Pada kesempatan lain, Hosti tetap segar atau disimpan selama waktu yang lama. Mukjizat-mukjizat ini telah mengakibatkan tumbuhnya iman akan Kehadiran Nyata, dan pertobatan banyak orang menjadi Katolik. Mukjizat-mukjizat ini juga membangkitkan tindak pemulihan dan meningkatnya devosi kepda "Sakramen Kasih Kristus". Dengan cara itu, mukjizat, mukjizat ini telah memperkuat iman ribuan orang, bahkan jutaan, sebab Mukjizat Ekaristi telah berlangsung selama berabad-abad.
Kita juga diberi anugerah istimewa untuk menyaksikan keajaiban-keajaiban, meskipun hanya lewat kata-kata dan gambaran. Semua itu merupakan kesaksian Allah tentang salah satu kebenaran dasar dan misteri paling luhur dalam agama Katolik, "Ia menjadi manusia, dan tinggal di antara kita", --bukan hanya di Bethlehem, tetapi dalam setiap Tabernakel Katolik dan dalam setiap hati orang beriman Katolik.
Categories:
Ajaran Gereja,
Gereja Katolik,
Misa Kudus,
Renungan - Wawasan