“Akulah hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut
perkataanmu,” ucap Maria kepada malaikat Gabriel yang diutus oleh Tuhan
kepadanya untuk mewartakan bahwa ia diberikan kehormatan untuk menjadi bunda
dari Sang Ilahi. Pemasrahan diri kepada kehendak Allah menjadi salah satu
karakteristik khas Maria yang menjadi teladan bagi seluruh umat Katolik,
terutama bagi mereka yang membaktikan diri di bawah panji St. Maria, baik dalam
hidup religius membiara atau tidak membiara, seperti yang dilakukan oleh
rekan-rekan seiman yang tergabung dalam persatuan Legio Maria.
Sebagaimana sabda Tuhan kepada nabi Yesaya yang
mengatakan bahwa bukanlah ia yang memilih untuk mengabdi kepada Tuhan, tetapi
Tuhanlah yang memilihnya bahkan sejak ia masih berada dalam kandungan ibunya.
Demikian juga para legioner memiliki keyakinan bahwa bukan mereka yang
memutuskan untuk mengabdi kepada Tuhan dengan bimbingan St. Perawan Maria,
tetapi Maria sendirilah sebagai Sang Bunda yang mengajak anak-anaknya untuk
membaktikan diri kepada Sang Putera. Walaupun ajakan, dalam konteksnya,
memiliki dua pilihan yakni untuk diterima maupun ditolak, para legioner tetap
memiliki keyakinan bahwa panggilan ini bukan merupakan sesuatu yang pantas
untuk ditolak, bukan merupakan suatu kewajiban tetapi lebih kepada suatu
kebutuhan untuk menyerahkan diri kepada penyelenggaraan Allah (in providentia Dei). Maka demikian pula,
sebagaiman yang telah diteladankan Maria selama hidupnya, para legioner
diharapkan oleh Bunda dan panglimanya sendiri untuk secara sungguh-sungguh
membaktikan diri, bukan hanya dalam ucapan, ibadat, dan tugas, tetapi lebih
kepada perbuatan yang hidup.
Selayaknya
seorang bunda yang mengasihi anaknya, maka demikian pula salah satu teladan
yang diberikan oleh Maria dengan mendampingi Yesus bahkan dalam saat-saat
terakhir dalam hidup-Nya. Demikian pula diharapkan kepada para legioner untuk
tetap berjalan berdampingan dengan Kristus dalam setiap detik kehidupan. Memang
secara fisik, hal ini tidak mampu terlihat oleh mata ragawi, tetapi mampu
dilakukan oleh mata rohani. Salah satu hal yang secara nyata menghadirkan
Kristus dalam dunia dan diri setiap manusia, terutama para legioner ialah
melalui Misa Kudus. Misa Kudus bukanlah sesuatu hal yang berasal dari manusia
sehingga pada hakikatnya Misa adalah sesuatu yang ilahi yang tidak dapat dengan
begitu saja diubah aspek-aspeknya oleh manusia dengan tujuan efisiensi dan
efektivitas, terlebih karena ingin mengimbangi selera manusia. Misa Ilahi ini
merupakan bukti cinta kasih Allah dengan hadirnya Kristus sendiri ke dunia,
bukan secara simbolis tetapi nyata, sungguh-sungguh hadir.
Sebagaimana dalam setiap pokok ajaran Kristiani
terdapat aspek iman, pengharapan, dan kasih, di dalam Misa Kudus juga terdapat
aspek tersebut dan kita sendiri membutuhkan aspek tersebut untuk mampu secara
lebih mendalam memahami kehadiran nyata Kristus dalam Sakramen Ekaristi. Per Mariam ad Jesum, melalui Maria
kepada Yesus, kita telah diberikan ketiga hal tersebut sejak dari awal masa
baptisan, khususnya para legioner yang dalam setiap rapatnya diperbaharui
kembali iman tersebut sehingga menjadi suatu anugerah berlebih kepada para
tentara ini.
Namun,
sungguh disayangkan, apa yang terjadi pada sebagian besar umat belakangan ini
turut pula menimpa para legioner yang seharusnya mampu bertahan dari godaan
ini, yakni sekularisme yang membawa dampak buruk berupa kurangnya
penghormatakan akan Sakramen Ekaristi Maha Kudus serta segala untai doa yang
indah yang menjadi jiwa dari legio Maria itu sendiri, bahkan lebih dari itu,
legio Maria yang mengidentikkan diri dengan Maria sendiri bahkan perlahan-lahan
mulai meninggalkan kebutuhan mereka akan mendaraskan doa Rosario Suci St.
Perawan Maria. Berbagai alasan diberikan, berbagai kata dilontarkan demi
menutupi keburukan perilaku ini. Maka apa seperti yang pernah dikatakan Yesus
kepada mereka yang ingin mengikuti dia tetapi meminta izin untuk menguburkan
kedua orangtuanya, maka begitu pulalah yang harus didengarkan oleh legioner
Maria secara khusus dan umat manusia secara umum, “Biarlah orang mati
menguburkan orang mati. Barangsiapa yang hendak mengikuti Aku, ia harus rela
memikul salibnya dan mengikuti Aku.”
Bukan bermaksud untuk menjatuhkan penilaian yang
buruk kepada umat sekalian, juga bukan menganggap diri sebagai yang terbaik,
tetapi mari kita sadari bahwa inilah yang terjadi. Misa Kudus ditinggalkan, doa
Rosario diabaikan demi menggapai prestasi dan kerja. Tiada berartikah sabda ini
lagi, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan semuanya akan ditambahkan kepadamu.”?
Categories:
Bunda Maria,
Gereja Katolik,
Legio Maria,
Renungan - Wawasan