Sejak dari awal kehidupannya, Gereja Katolik mengusung hidupnya dalam suatu ajaran iman yang tergolong sulit untuk dimengerti dan dipahami, apalagi untuk segera diterima oleh akal budi. Banyak perihal dalam ajaran Kristiani yang amat bertentangan dengan apa yang menjadi kebiasaan pemikiran oleh kebanyakan orang di dunia ini. Dikarenakan pertentangan pokok pemikiran yang sedemikian hebat dan banyaknya, maka banyak pula tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada Gereja terkait ajaran yang disampaikannya. Pada bagian pertama ini, akan disampaikan berbagai hal yang seturut pengalaman penulis menjadi hal-hal yang sering dilontarkan kepada Gereja sebagai tanggapan atas ajaran yang diupayakan Gereja untuk senantiasa diimani oleh umat manusia.
1. Iman akan Allah Tritunggal Maha Kudus
Gereja Katolik menyatakan imannya kepada Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus. Terkait iman yang dinyatakan oleh Gereja Katolik ini banyak pihak yang menyatakan keberatannya, keheranannya, serta cemoohan mereka. Ada yang berpendapat bahwa dengan adanya ajaran ini maka Gereja Katolik juga sekaligus berpendapat bahwa Allah tidak hanya ada satu melainkan ada tiga. Demikian pula, jika ada Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus maka akan ada pula Allah Kakek, Allah Nenek, Allah Ibu, dan lain sebagainya. Atas tuduhan ini, Gereja Katolik mereka kategorikan sebagai golongan yang tidak monotheisme melainkan polytheisme.
Maka beginilah apa yang seharusnya menjadi dasar pemikiran yang benar :
Iman bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan. Iman berasal, tumbuh, dan berkembang dari hati dan perasaan bukan dari otak dan pemikiran/logika. Iman mengatakan apa yang seharusnya dipercaya dan diyakini serta apa yang seharusnya tidak dipercaya/diyakini. Saat iman Gereja Katolik yang berkembang dalam hatinya, menyatakan kepercayaan sepenuhnya kepada Kristus, Sang Penyelamat, maka yang terjadi selanjutnya ialah kesatuan yang utuh dan sempurna dengan Kristus itu sendiri.Gereja percaya seutuhnya dengan Kristus dengan segala ajaran-Nya karena kasih-Nya yang begitu melimpah kepada Gereja. Gereja percaya, agar semua terlaksana sesuai dengan keinginan Allah maka Allah dan Gereja memiliki peran tersendiri serta peran khusus yang menggabungkan peran dari keduanya. Pada satu sisi, Allah menyatakan iman yang sesungguhnya kepada Gereja dan Gereja menerima iman ini dalam cahaya kasih Allah. Tidak semua ajaran yang muncul di dunia merupakan ajaran Allah. Secara perlahan-lahan dan amat waspada, Gereja melihat ke dalam inti dari ajaran-ajaran tersebut. Jika mereka secara sungguh dan betul mengandung ajaran kasih universal maka ia memang ajaran iman Allah. Tetapi jika kebenaran yang diusungnya hanyalah sementara dan kejahatan adalah maksud yang sebenarnya maka sudah pasti ia bukanlah suatu ajaran yang berasal dari Allah. Demikianlah Gereja senantiasa sejak dari dahulu, melakukan penyaringan terhadap berbagai ajaran yang muncul. Demikian pula iman akan Trinitas, bukan serta merta diterima oleh Gereja. Tetapi karena Gereja mengetahui bahwa jauh dalam inti iman ini, Gereja menemukan kasih yang berlimpah yang bahkan amat melimpahi Gereja ketika Gereja saja belum mengerti apa sebenarnya iman ini. Namun dalam penggalian yang lebih mendalam seiring waktu, Gereja Katolik mendapati bahwa iman akan Trinitas bukanlah sesuatu yang berada dalam ranah Gereja untuk dipahami karena ini terkait identitas Allah sendiri. Gereja hanya berupaya untuk senantiasa menyelami makna-Nya yang amat tidak terbatas. Selaman kasih inilah yang lebih diutamakan oleh Gereja karena amat bermanfaat daripada berdebat sepanjang masa tanpa menghasilkan buah yang melimpah. Karena dalam hidup menjalani iman, yang terpenting ialah buahnya bukan berdebat tentang iman itu sendiri.
2. Iman akan Bunda Maria
Selain menyatakan imannya kepada Allah, Gereja Katolik juga amat menghormati dan menghargai Bunda Maria. Penghormatan yang diberikan oleh Gereja Katolik kepada Bunda Maria bukan sebatas penghormatan yang diberikan oleh seseorang kepada ibu Tuhannya, tetapi jauh lebih kepada interaksi rohani dari seorang anak kepada ibunya. Interaksi, penghormatan, dan penghargaan yang diberikan oleh Gereja Katolik tidak jauh berbeda dari apa yang diberikan oleh seorang anak kepada ibu kandungnya sendiri dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun, karena pemahaman yang kurang tepat akan apa yang dilakukan oleh Gereja Katolik, banyak pihak yang berpendapat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Gereja Katolik merupakan tindakan penyembahan berhala kepada Maria yang secara nyata bukanlah Tuhan. Berbagai tindak fisik yang merupakan cermin penghormatan kepada Maria disalahartikan sebagai kegiataan pemujaan, misalnya tindakan penghormatan yang dilakukan oleh umat Katolik ataupun penghormatan patung dan gambar Maria. Penghormatan dengan cara menundukkan kepala merupakan tanda perendahan diri di hadapan hadirat Allah yang telah dinyatakan kasih-Nya kepada Bunda Maria. Tindakan menundukkan kepala yang pada beberapa umat menjadi tindakan menundukkan kepala dengan sangat dalam sehingga cenderung dilihat sebagai kegiatan menyembah (jika tidak dilihat dengan cermat) menjadi bahan bagi kelompok lain untuk kembali memojokkan Gereja Katolik. Padahal dapat dilihat secara nyata bahwa apa yang dilakukan oleh Gereja Katolik sebenarnya merupakan tindakan yang sangat manusiawi yang juga sangat lumrah ditemui dalam interaksi antarmanusia dalam kehidupan duniawi ini.
3. Penghormatan kepada para kudus
Dalam Gereja Katolik, dikenal sekelompok orang yang telah menjalani hidup yang amat berkenan di hati Allah. Mereka dalam Gereja Katolik diberikan suatu pengakuan bahwa Allah berkenan atas hidup mereka sehingga mereka layak dalam menyandang status kudus. Status kudus yang diberikan oleh Gereja merupakan status yang berasal dari Gereja sendiri bukan dari Allah. Status ini diberikan dengan alasan Gereja percaya bahwa dengan bukti-bukti yang mampu dikumpulkan oleh Gereja semasa hidup orang-orang tersebut, dapat disimpulkan berbagai tanda keberpihakan Tuhan atas kelayakan hidup rohani mereka di hadapan Allah, seperti lewat berbagai tanda-tanda ilahi yang mampu mereka hadirkan dalam diri mereka sendiri maupun kepada sesama dan lingkungan mereka sendiri. Gereja juga meyakini bahwa dengan pemberian status kudus setelah seseorang meninggal didasari pada anggapan bahwa persatuan yang utuh dan sempurna dengan Allah akan terjadi jika Allah sendiri telah memanggil orang tersebut untuk masuk sendiri ke dalam hadirat Allah yang Agung. Maka demi mengingatkan Gereja akan teladan rohani yang diberikan oleh orang-orang tersebut, Gereja mengambil daripadanya benda-benda yang menjadi bagian dari orang tersebut semasa hidupnya, seperti pakaian, tulang, kulit, atau benda-benda lain yang secara ajaib dan ilahi tidak mengalami perubahan yang berarti selama kurun waktu tertentu bahkan bisa mencapai puluhan bahkan ratusan tahun tetap berada dalam kondisi awalnya tanpa mengalami satu pun kerusakan fisik yang umumnya dialami oleh benda-benda biasa lain. Melalui benda-benda ini, Gereja akan selalu mengenang orang kudus tersebut dan secara langsung pula mengingat teladan-teladan kebaikannya dan apa yang seharusnya dilakukan oleh Gereja demi mencapai kelayakan hidup di mata Allah.
Salah satu contoh yang bisa kita ambil misalnya terkait dengan Beato Yohannes Paulus II. Sebelum wafatnya, pihak rumah sakit tempat beliau dirawat saat sakitnya telah mengambil darah beliau untuk mengantisipasi jika di kemudian hari Gereja Katolik memberikan beliau status sebagai orang kudus. Maka ketika Paus Benediktus XVI menobatkan beliau sebagai orang kudus, maka darah beliau juga mendapatkan tempat yang khusus sebagai peninggalan dari orang kudus. Gereja tidak pernah dan tidak akan pernah menuhankan darah atau benda apapun dari manusia atau dari apapun selain Tuhan. Namun melalui benda-benda ini, Gereja mampu melihat bukti cinta kasih Tuhan secara nyata kepada manusia sendiri. Dengan benda-benda ini, Gereja melihat teladan nyata bagi hidup mereka yang mampu untuk mereka ikuti pula....
.........bersambung........
Categories:
Ajaran Gereja,
Gereja Katolik,
Renungan - Wawasan