Konsili Vatikan II merupakan konsili dalam sejarah Gereja Katolik yang membawa pengaruh dan perubahan yang besar dan mendasar pada hidup Gereja Katolik. Konsili ini menghasilkan dokumen-dokumen yang mencerminkan pemikiran Gereja sebagai tanggapan atas keadaan dunia dan tindakan Gereja untuk semakin membuka diri terhadap dunia dengan segala perubahannya. Gereja Katolik tidak lagi menjadi tertutup dari dunia, tetapi menerima perubahan dunia yang selaras dengan cahaya iman yang berasal dari ajaran Kristus.
Akibat konsili ini, maka tercipta semacam kelompok-kelompok terkait Misa Kudus. Kelompok pertama disebut kelompok konservatif, sedangkan kelompok yang lainnya disebut sebagai kelompok yang liberal. Kelompok konservatif masih terbagi lagi menjadi kelompok yang semi konservatif dan ultra konservatif. Mari kita bahas satu per satu dari keseluruhan kelompok ini.
1. Kelompok semi konservatif merupakan kelompok dalam Gereja Katolik yang tercipta setelah Konsili Vatikan II. Kelompok ini berpendapat bahwa tradisi luhur Gereja harus tetap dipertahankan antara lain berupa penyelenggaraan Misa Kudus dalam bahasa Latin serta penggunaan bahasa Latin dalam kegiatan-kegiatan Gerejawi. Namun begitu, kelompok ini tetap menyadari bahwa Gereja harus senantiasa berkembang dari waktu ke waktu dan memperhatikan perkembangan dunia yang terjadi di sekelilingnya. Oleh karena itu Gereja harus membuka diri terhadap perkembangan ini dan kemudian memanfaatkannya demi perkembangan kehidupan Gereja sendiri dan untuk pewartaan Sabda Allah yang lebih mengena sesuai dengan tuntutan zaman. Salah satu ciri khas dari kelompok ini ialah mereka tetap menyelenggarakan Misa Kudus dalam Ritus Missa Forma Extraordinaria tetapi senantiasa menerima segala hasil Konsili Vatikan II.
2. Kelompok ultra konservatif merupakan kelompok lain dalam Gereja Katolik yang tercipta setelah Konsili Vatikan II yang berpendapat bahwa Gereja Katolik tidak seharusnya mengadakan Konsili Vatikan II karena konsili tersebut telah menodai Gereja Katolik dengan segala jenis sekularisme yang diusungnya. Oleh karenanya kelompok ini menentang segala jenis dokumen gerejawi hasil dari Konsili Vatikan II dan tetap menggunakan materi-materi gerejawi yang berasal dari masa sebelum Konsili Vatikan II. Kelompok ini cenderung bertindak lebih keras dalam pelaksanaan ideologi mereka. Salah satu kelompok yang tergabung dalam kategori ini ialah perkumpulan St. Pius X (SSPX = Societa Sancti Pio X) yang dipimpin oleh Yang Mulia Mgr. Marcel Lefevbre. Kelompok ini kini masih berada dalam status ekskomunikasi oleh Gereja Katolik karena Yang Mulia tersebut pernah mengonsekrasikan uskup-uskup baru tanpa persetujuan dari Takhta Suci. Kini Takhta Suci kembali berusaha untuk menjalin kembali keharmonisan dengan kelompok ini dengan menawarkan suatu prelatur pribadi seperti yang ditawarkan kepada komunitas FSSP (Fraternitas Sacerdolitas Sancti Petri) yang merupakan kelompok semi konservatif bentukan dari Yang Mulia Bapa Suci Yohannes Paulus II. Oleh karena kelompok ini berpendapat bahwa hasil Konsili Vatikan II membawa kehancuran dalam kehidupan spiritual Gereja, maka kelompok ini dalam segala kehidupannya bergerak dalam tradisi lama Gereja Katolik walaupun selama ekskomunikasi masih dikenakan pada kelompok ini, maka mereka sebenarnya tidak diperkenankan untuk merayakan Misa Agung lagi.
3. Kelompok liberal merupakan kelompok umat awam dan hirarki yang menjalani kehidupan Gerejawi selaras dengan semangat yang diusung oleh Konsili Vatikan II. Kelompok ini merayakan Misa Agung dalam bentuk hasil gubahan Konsili Vatikan II yang dikenal sebagai misa Novus Ordo yang dirayakan dalam bahasa vernakuler (sehari-hari) dan hidup pula selaras dengan dokumen-dokumen gerejawi hasil konsili suci.
Dari ketiga kelompok tersebut, kelompok yang paling sering mendapatkan sorotan ialah kelompok yang masih menginginkan agar Gereja Katolik tetap merayakan Misa Agung dalam ritus tradisional (Missa Forma Extraordinaria). Kelompok-kelompok ini, baik semi konservatif maupun ultra konservatif, banyak dianggap sebagai kelompok-kelompok orang-orang Katolik garis keras. Pandangan ini merupakan sebuah pandangan yang keliru karena pada dasarnya kelompok ini melihat bahwa setelah dilakukannya Konsili Vatikan II terdapat banyak sekali kejadian-kejadian ketika umat melakukan tindakan-tindakan yang tidak pantas sehubungan dengan Misa Agung seperti berpakaian yang tidak pantas ataupun melakukan tindakan-tindakan sekuler tidak pantas dalam lingkup ruang panti imam (sanctuarium). Dalam ritus TLM (traditional Latin Mass) misalnya dikenal suatu kebiasaan bagi pria untuk mengenakan pakaian resmi atau yang sangat sopan dan rapi sedangkan bagi wanita menjadi suatu kebiasaan untuk mengenakan rok di bawah lutut serta penggunaan mantilla (kerudung) selama berlangsungnya Misa. Penggunaan mantilla didasarkan pada iman bahwa selama berlangsungnya Misa Kudus, umat bukan lagi dalam kondisi duniawi yakni hanya manusia yang ada dalam proses Misa tetapi juga dalam suasana surgawi yakni ketika seluruh makhluk surga hadir bersama-sama dengan manusia untuk bersatu menyembah Allah Tritunggal Maha Kudus. Oleh karena kehadiran mereka yang ilahi ini di antara manusia yang amat duniawi dan kotor oleh dosa, maka penggunaan mantilla dilakukan dengan tujuan agar kehadiran ilahi ini tidak menyiksa umat secara lahiriah karena status keberdosaan yang dialami oleh umat.
Dalam lingkup Misa Novus Ordo juga sangat jamak dijumpai umat yang berkelakuan tidak pantas di daerah sanctuarium misalnya dengan berteriak-teriak, tertawa, berlari, dan kegiatan-kegiatan lain yang juga sangat sering didapati dilakukan oleh para imam yang seharusnya menjadi pihak terdepan untuk menjaga keluhuran tradisi dan kesucian Gereja. Oleh karena tuntutan keadaan yang seperti inilah, lahir kelompok-kelompok yang merasa terpanggil untuk menjaga liturgi dan keluhuran Gereja dari segala bentuk sekularisme. Jadi kelompok ini bukanlah suatu kelompok garis keras yang menghalalkan segala cara untuk pemurnian kembali Gereja Katolik. Malah kelompok ini cenderung menggunakan cara-cara yang halus untuk mencapai tujuan tersebut karena tujuan akhir mereka adalah terselenggaranya Misa Agung yang luhur dan begitu mendalam aspek spiritualitasnya serta terciptanya kondisi umat yang memahami dan mampu menyelami keindahan cinta Ilahi yang tertuang dalam Misa Kudus.
Categories:
Gereja Katolik,
Misa Kudus,
Renungan - Wawasan