Dominus Vobiscum

      Tulisan ini ditujukan kepada mereka yang ragu ataupu kurang mengimani akan kehadiran nyata Tuhan kita Yesus Kristus dalam rupa Sakramen Maha Kudus yang sejak awal lahirnya Gereja Kudus telah disembah dan dimuliakan atas penyertaan nyata yang telah diterima oleh Gereja berkat kehadiran-Nya di tengah-tengah kita.


      Terpujilah Allah Tritunggal Maha Kudus atas limpahan rahmat karunia Ilahi yang tercurah atas manusia, biarpun betapa besar dan kotornya dosa-dosa yang telah diperbuat oleh manusia terutama atas rahmat kerahiman-Nya yang begitu penuh cinta atas manusia dengan menganugerahkan Allah Putera kepada manusia. Telah sejak lama bangsa manusia menantikan kehadiran seseorang yang mampu membawa kedamaian dan terang atas dunia. Kerinduan bangsa manusia ini diwakili oleh bangsa Israel yang menanti-nantikan pemenuhan janji Allah yang telah sejak zaman para nabi diwartakan kepada mereka. Mereka menantikan kehadiran seorang Mesias yang mereka harapkan untuk mampu membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi yang mereka anggap sebagai suatu cela atau aib yang begitu besar karena bangsa Israel sebagai bangsa yang ditetapkan Allah sebagai bangsa pilihan Allah, dijajah oleh suatu bangsa yang jelas-jelas pada saat tersebut merupakan bangsa yang belum mengenal Allah Israel. Kerinduan akan Allah sebagai pembaharu hidup berubah menjadi kerinduan akan kehadiran Allah untuk menghukum bangsa Romawi karena telah berani menjajah bangsa pilihan-Nya. Kesalahan ini pula yang menjadikan bangsa Yahudi tidak percaya akan kehadiran Yesus sebagai penyelamat yang dijanjikan Allah. Ketidakpercayaan ini tetap berada dalam diri bangsa Yahudi, walaupun dalam berbagai nubuat para nabi terdahulu, telah dinyatakan dengan jelas kehadiran Kristus di dunia, tanda-tanda yang menyertainya dan bahkan tempat kelahiran-Nya telah dinubuatkan oleh Nabi Mikha dengan persis lewat perkataannya, "Dan engkau Bethlehem, sekali-kali engkau tidak akan menjadi yang terkecil di antara bangsa-bangsa karena darimulah akan lahir terang yang menerangi dunia." Kelahiran Kristus yang sederhana bahkan cenderung rendah harkatnya turut menambah keyakinan mereka terutama kaum Farisi, Sanhedrin, dan Saduki bahwa Kristus hanyalah manusia biasa bukan Sang Mesias seperti yang dinubuatkan karena mereka beranggapan bahwa Mesias akan tetap berada dalam kemuliaan-Nya dan kelahiran=Nya akan berada di tempat yang penuh kemuliaan pula, seperti di lingkungan istana atau kaum bangsawan.
      Meski hidup di tengah ketidakyakinan kaum Farisi akan kehadiran-Nya sebagai Penyelamat dunia, Tuhan kita Yesus Kristus yang kita imani. tetap menjalankan misi-Nya di dunia seperti yang telah ditugaskan Bapa kepada-Nya. Di sepanjang kurang lebih 30 tahun masa hidup-Nya, Ia mewartakan ajaran kasih yang berasal dari Bapa dan mengajak manusia untuk hidup dalam kasih serta berani untuk bertindak melawan aturan jika memang aturan tersebut menghambat manusia untuk berbuat tindakan kasih. Marilah kita ingat akan perkataan-Nya kepada mereka yang menentang salah satu tindakan kasih-Nya pada hari Sabat yang dianggap mencemarkan hari tersebut, yang bagi bangsa Yahudi merupakan suatu hari yang disucikan karena pada hari tersebut Allah beristirahat dari masa penciptaan dan menyucikannya, sehingga seorang Yahudi dilarang untuk bekerja atau melakukan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan harian. Ia bersabda, "Apakah seorang gembala akan membiarkan dombanya yang ia lihat tersangkut di jurang, bahkan jika hari itu adalah hari Sabat?" Kristus, Sang Penyelamat kita, mengajarkan bahwa kasih harus berada di atas segala sesuatu. Namun terlebih dahulu, sebelum mewartakan kasih kepada sesama, setiap orang sendiri harus memiliki kasih yang tulus dan tanpa batas dalam dirinya karena tidak mungkin seseorang memberikan kepada orang lain apa yang tidak ia miliki sama sekali dalam dirinya.
      Kristus, dalam seluruh hidup-Nya, selalu mewartakan kasih kepada umat-Nya dan puncak dari pewartaan kasih ini adalah ketika Sang Kasih sendiri memberikan diri-Nya sebagai santapan rohani dan kurban pelunas dosa manusia kepada para murid-Nya dan dunia. Melalui Sakramen Ekaristi yang Ia tetapkan pada malam perjamuan terakhir, Ia menyerahkan diri kepada para murid-Nya sebagai santapan rohani sekaligus memberikan jiwa bagi lahirnya Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Peristiwa Ekaristi yang sama Ia ulangi dengan memberikan tubuh-Nya secara nyata kepada dunia. Ia membiarkan diri-Nya terentang antara langit dan bumi, dengan demikian Ia menjadi perantara manusia dengna Allah. Dengan wafat-Nya di salib, Ia membebaskan manusia dari dosa serta mengangkat jiwa-jiwa yang layak masuk surga untuk bersama-sama dengan ia masuk ek dalam hadirat surga. Hal ini harus dipahami dan diimani dengan benar bukan seperti kabar menyesatkan lain ayng menyatakan bahwa bukan Kristus, pribadi yang berada di salib pada saat terjadi penyaliban melainkan pribadi yang lain. Hal ini menurut mereka, dimungkinkan dengan kuasa Ilahi yang dimiliki oleh Yesus sehingga terjadi suatu pertukaran diri Yesus dengan diri seseorang yang lain sementara Yesus sendiri berada di bawah salib dalam suatu penyamaran yang tidak disadari oleh siapapun dan menertawakan kebodohan setiap orang yang berada dekat salib dan menganggap bahwa Kristuslah yang disalib. Ini berarti Kristus sendiri menertawakan ibu-Nya yang sangat Ia kasihi. Sungguh hal yang tidak memiliki dasar kuat bagi seseorang untuk mengemukakan hal tersebut. Hal ini dapat dengan sangat mudah kita tepis dan menyatakan kesalahannya dengan jelas dengan bantuan dari Bunda kita. Jika kita menelusuri Kitab Suci maka kita akan mendapati bahwa pada saat penyaliban Yesus sampai pada saat pemakaman-Nya di makam milik Yusuf dari Arimatea, Bunda Allah beserta wanita-wanita lain yang mengikuti-Nya sejak awal bersama dengan Rasul Yohannes senantiasa beserta Yesus. Bagaimana mungkin seorang ibu salah dalam mengenal puteranya apalagi Bunda kita sangat mengasihi-Nya dan ikatan batin yang terjalin antara mereka begitu kuat, tampak dalam tindakan Bunda Allah yang menghampiri Yesus pada saat Ia memanggul salib dalam jalan salib-Nya menuju Bukit Golgota. Tanpa menghiraukan tentara-tentara Romawi yang mengelilingi Yesus, Bunda Allah tetap nekat untuk menerobos mereka hanya demi menguatkan Putera-Nya walaupun karena tindakannya itu ia bisa saja dihukum oleh para tentara Romawi. Jadi bagaimana mungkin ikatan batin yang begitu kuat ini salah mengenali pribadi satu sama lain, dalam hal ini seorang Bunda Allah salah mengenali Yesus? Indera bisa salah tetapi hati yang tulus dan murni tidak akan pernah salah mengenali.
      Pengorbanan yang dilakukan Kristus di salib memang merupakan bagian dari perutusan-Nya di dunia sebagai bukti nyata kasih Allah, namun bukan berarti kita harus membiarkan pengurbanan tesebut terulang kembali berkali-kali oleh karena perbuatna kita yang melukai hati kudus-Nya, baru dengan itu kita baru mau setuju bahwa Allah memang mengasihi kita. Bahkan demi penyucian kembali diri manusia dan penyatuan kembali ikatan kasih Allah dengan manusia, Ia menganugerahkan kepada kita manusia, Sakramen Ekaristi Maha Kudus, yang Ia sendiri hadir dan mewujud di dalamnya. Anugerah kerahiman Allah yang paling utama inilah yang senantiasa dijaga dan dilestarikan oleh Gereja Katolik yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Demi menjaga kelestarian iman akan kesungguhan hadirnya Kristus dalam Sakramen Maha Kudus maka segala keragu-raguan dan hambatan yang menghalangi penghayatan iman yang luhur akan misteri kasih yang paling agung ini harus segera diatasi karena keragu-raguan akan Sang Cinta akan menjauhkan manusia dari rahmat Allah dan memberi kesempatan kepada Sang Kegelapan untuk merenggut jiwa-jiwa masuk ke dalam kebinasaan. Keragu-raguan yang paling sering terjadi adalah keraguan akan kehadiran Kristus yang nyata dalam Hosti yang telah dikonsekrasi, apakah sungguh terjadi atau tidak. Ini dapat diperhatikan lewat kelakuan umat di paroki-paroki maupun kelakuan imam selebran Misa. Tindakan umat yang mencerminkan keraguan mereka terhadap hal ini berupa kelakuan umat yang tidak melakukan persiapan batin sebelum Misa Kudus berlangsung, melakukan percakapan yang tidak layak dilakukan karena berada di dalam Rumah Tuhan yang turut pula mencerminkan kurangnya kesadaran dan pemahaman umat tentang Gereja sebagai rumah Tuhan, serta tidak jarang ditemukan umat yang mengenakan pakaian yang kurang layak untuk dikenakan selama Misa atau umat yang berlalu lalang di dalam Gereja selama Misa, menggunakan perangkat elektronik selama Misa, dan lain-lain. Namun semua ini masih "lebih baik" apabila dibandingkan dengan tindakan umat selama Misa Kudus yang jika diperhatikan sesuai dengan instruksi tata gerak tubuh yang diharapkan dilakukan oleh umat, tetapi makna dari tata gerak itu sendiri kurang diperhatikan oleh umat sehingga menjadikan kurangnya penghayatan iman yang dimiliki oleh umat melalui tata gerak yang diharapkan dapat membantu umat untuk menghormati kehadiran Kristus selama Misa dan memberikan penghargaan yang layak kepada-Nya. Selain itu tata gerak ini juga diperlukan demi mempersiapkan umat untuk menuju puncak hidup umat beriman yakni Ekaristi Kudus yang diawali dengan seruan Sanctus (Kudus) dan disusul dengan Prefasi TriTunggal Maha Kudus. Dalam rangkaian Prefasi Tritunggal Maha Kudus yang selanjutnya disusul oleh Kanon (Doa Syukur Agung), umat diajak secara khusus untuk mengosongkan diri dan menyiapkan hati serta menyucikan diri untuk menyambut Sang Ilahi yang akan segera mereka sambut bersama-sama dengan seluruh Gereja Kudus. Memasuki Kanon, umat seharusnya paham dan sadar bahwa pada saat inilah Gereja dalam persatuan dengan seluruh anggotanya, secara nyata menghadap Allah Tritunggal Maha Kudus, memohon pengampunan dan berkat-Nya serta bersyukur atas kerahiman Allah yang berkenan menganugerahkan rahmat yang berlimpah kepada manusia, teristimewa Gereja dan dunia. Pada puncaknya, Gereja melalui para gembala Allah berdoa memohon kerahiman Allah kembali untuk menerima persembahan Gereja serta menguduskannya menjdi Tubuh yang Kudus dan Darah Yang Mulia dari Allah Putera. Kurban inilah yang senantiasa emnjadi sumber kekuatan Gereja dan seluruh umat beriman dan kurban yang sama pula dengan penyertaan Ratu Rosario yang Amat Suci, telah mendampingi Gereja sejak awal mula kelahirannya. Oleh karena peristiwa ini begitu agung, kudus, dan mulia maka harus tercipta pula suasana yang amat khidmat supaya peristiwa persatuan Gereja dengan Allah, Sang Kepala Tubuh Mistik, dapat terjadi. Selain itu suasana yang khidmat juga diperlukan untuk menghormati Allah yang hadir dalam saat itu juga karena seusai kedua kalimat konsekrasi diucapkan maka substansi awal yang berupa roti tak beragi dan minuman anggur telah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus biarpun kepadanya masih melekat sifat-sifat fisik awal. Perlu juga diimani bahwa dengan kehadiran Kristus setelah terjadinya perubahan substansi tersebut, seperti ungkapan trans-substantio yang diungkapan oleh St. Thomas Aquinas, maka setiap partikel dari Hosti Kudus dan Darah Mulia ialah Kristus sendiri, bukan hanya dalam kondisi utuh. Inilah yang mendasari instruksi Gereja kepada para imam untuk menyantap remah-remah dan sisa dari Hosti Kudus dan Darah yang Mulia sampai habis tanpa sisa, sebagai bukti penghormatan akan kehadiran Kristus dalam Tubuh dan Darah ini yang dilakukan oleh para imam sebelum komun umat (pada Misa Latin Tradisional) dan sesudah komuni umat (pada Misa Novus Ordo). Meskipun telah diketahui betapa agung dan mulia berbagai ritus di sepanjang Misa Kudus yan berpuncak pada ritus konsekrasi namun masih tetap saja didapati kenyataan bahwa masih ada imam yang kurang mempersiapkan dirinya dan dengan kurang iman mempersembahkan Misa Kudus yang berakibat pada Misa yang buruk dan melemahkan iman umat, atau umat yang dengan tanpa iman mengikuti tata gerak tubuh sehingga yang terjadi hanyalah rutinitas semata dan menciptakan kekosongan iman dan penghormatan yang kurang pantas kepada Allah yang hadir atau bahkan menciptakan suasana yang mengganggu berjalannya Misa Kudus.
Misa Kudus berasal dari Allah, bukan dari manusia sehingga harus diarahkan kepada Allah dan demi kemuliaan-Nya serta baik buruknya suatu Misa amat mempengaruhi kualitas iman seseorang,

Proficiat

Categories:

Leave a Reply

Kalender Liturgi

Artikan situs ini (Translator)

Buku tamu


ShoutMix chat widget

Lokasi Tamu

Mari Berlangganan

GET UPDATE VIA EMAIL
Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke email anda!
Diciptakan berkat anugerah Allah kepada Tarsisius Angelotti Maria. Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Cari Blog Ini